"Ada fraksi yang memang sampai saat ini masih berbeda pandangan soal RUU PKS ini. Tapi kami akan terus mencoba membahasnya sehingga dapat diselesaikan dalam periode ini," kata Wakil Ketua Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Minggu (7/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami saat ini sedang membahas penyelesaian RUU PKS. Jika diklasifikasi konten RUU PKS ini, setidaknya ada 3 bagian yang sedang kami bahas. Pertama, materi tentang pencegahan kekerasan seksual. Pada prinsipnya substansi soal pencegahan ini semua setuju di Komisi VIII," tuturnya.
"Kedua, aspek penindakan dari jenis2 kekerasan seksual masih kami sinkronisasikan dengan Komisi III yang sedang membahas RUU KUHP. Sinkronisasi tindak pidana kekerasan seksual ini momentumnya tepat bersamaan dengan pembahasan RUU KUHP. Ketiga, kami menyetujui soal adanya rehabilitasi korban kekerasan seksual," imbuh Ace.
Kendati demikian, Ace mengatakan RUU PKS ini bukan tanpa hambatan. Ada juga fraksi yang masih berbeda pandangan terhadap pengesahan RUU ini. Namun dia enggan membeberkan fraksi mana yang masih berbeda pandangan tersebut.
"Tak etis jika saya menyampaikannya," katanya.
MA sebelumnya menolak PK Baiq Nuril dalam kasus perekaman ilegal sehingga tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Atas hal itu, Baiq Nuril kini hanya berharap kepada kemurahan hati Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Satu-satunya yang bisa menyelamatkan ya Presiden," kata pengacara Baiq, Joko Jumadi.
Kasus bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012. Dalam perbincangan itu, Kepsek M cerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Pada tahun 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut. Awalnya, Baiq Nuril divonis bebas oleh PN Mataram. Kemudian, MA memutuskan Baiq Nuril dinilai bersalah karena menyadap/merekam tanpa izin, meski percakapan itu berkonten pornografi.
Lembaga kajian dan peneliti Masyarakat Pemantauan Peradilan Indonesia FH UI (Mappi FH UI) kemudian mendorong agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) segera disahkan. Hal itu berkaca dari PK Baiq Nuril yang ditolak Mahkamah Agung (MA). Mappi melihat pelecehan seksual sekarang ini banyak ragamnya.
"Saya ingin menyorot mengenai RUU PKS. Di mana yang menimpa Baiq Nuril itu adalah salah satu bentuk pelecehan. Pelecehan itu kan banyak, ada verbal, kemudian fisik, dan kemudian bisa secara online, lewat medsos," ujar peneliti MaPPI FH UI, Bestha Inatsan, saat jumpa pers bersama Koalisi Masyarakat Sipil di kantor LBH Pers, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2019).
(mae/asp)











































