Salah satunya upaya yang dilakukan yakni dengan melaksanakan studi terhadap rencana pengembangan sistem keselamatan lalu lintas maritim di Indonesia dengan menggandeng para ahli, akademisi, dan juga bekerjasama dengan negara lain.
Direktur Kenavigasian Basar Antonius mengatakan sebagai negara kepulauan yang juga tergabung dalam organisasi maritim internasional, Indonesia memiliki kewajiban untuk penyelenggaraan lalu lintas pelayaran yang selamat dan efisien.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, lanjut Basar, Indonesia telah menjalin sebuah kerja sama dengan Pemerintah Jepang untuk meninjau studi-studi terkait dengan rencana pengembangan sistem keselamatan lalu lintas maritim yang telah dilakukan selama ini.
Kegiatan tersebut, imbuhnya, dibuat berdasarkan perjanjian bilateral antara Indonesia dan Jepang yang ditandatangani pada tahun 2017 dengan tujuan untuk melakukan tinjau ulang terhadap Master Plan Rencana Pengembangan Sistem Keselamatan Lalu Lintas Maritim (MTSDP) yang dikeluarkan Juni 2002.
"Kerja sama ini diharapkan dapat menghasilkan Masterplan Kenavigasian yang efektif dan efisien, yang mencakup aspek SBNP, telekomunikasi pelayaran, penetapan alur pelayaran, serta penyediaan sarana kapal negara kenavigasian," jelas Basar.
Menurut Basar, sebagai salah satu bagian dari kerja sama tersebut, penyelenggaraan workshop kali ini bertujuan untuk menjelaskan pada stakeholder tentang aspek-aspek yang akan ditinjau.
"Selain itu, kami juga bermaksud memperkenalkan kepada para stakeholder tentang keselamatan navigasi pelayaran di perairan Indonesia serta teknologi terkini untuk menjamin keselamatan lalu lintas laut," ungkap Basar.
Ia melanjutkan Ditjen Perhubungan Laut telah mengimplementasikan beberapa kegiatan yang diusulkan pada Master Plan sebelumnya, salah satunya dengan membangun stasiun radio pantai yang berkemampuan Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) di beberapa lokasi.
Namun demikian, Basar mengakui pihaknya menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat, serta peningkatan volume lalu lintas maritim dan pengembangan teknologi maritim yang maju dalam beberapa dekade membuat rencana induk sebelumnya (MTSDP) perlu diperbarui.
"Mengingat hal tersebut, sangatlah penting untuk mengembangkan rencana induk baru dengan target minimal 20 tahun ke depan," tegasnya.
Lebih lanjut, ia juga menekankan studi ini diharapkan dapat memproyeksikan gambaran holistik sektor kelautan di Indonesia, tidak terbatas pada wilayah Indonesia Barat, namun juga mencapai Indonesia Timur dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim. Disampaikan pula bahwa studi masterplan tersebut akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Perhubungan.
Sebagai informasi, Workshop tersebut dihadiri oleh sekitar 30 orang peserta yang terdiri dari perwakilan Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Distrik Navigasi Ditjen Perhubungan Laut di Indonesia, Kedutaan Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA) serta stakeholder terkait.
Adapun narasumber yang dihadirkan berasal dari Direktorat Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut, Japan Aids to Navigation Association (JANA), serta Tokyo University of Marine Science and Technology.
(prf/ega)











































