"Saya pribadi menginginkan tetap ada oposisi kritis di parlemen sehingga tidak ada lagi Orde Baru jilid II, di mana semua menyanyikan lagu 'setuju'. Walaupun kita harus apresiasi semangat rekonsiliasi ini, kalau rekonsiliasi hanya diterjemahkan sebagai bagi-bagi kursi, itu terlalu kuno buat masyarakat saat ini, buat slogan Pak Jokowi yang 'kerja, kerja, kerja'," kata Hendri di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harusnya memang dibiarkan saja ada oposisi. Karena, walaupun di sistem negara kita tidak ada sebutan oposisi, minimal kritikan-kritikan yang membangun. Kritikan pengawasan yang dilakukan oleh parlemen terhadap pemerintah ini harus tetap ada. Kalau tidak, ini akan membuat kemunduran lagi buat bangsa ini," ujar dia.
Baca juga: Perlukah Rekonsiliasi dengan Pindah Koalisi? |
Hendri menuturkan, jika semua partai eks pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bergabung dengan Koalisi Indonesia Kerja, tak menjamin seluruhnya mendapat kursi di pemerintahan. Satu-satunya partai yang sudah pasti mendapat kursi, menurut Hendri, adalah PDI Perjuangan.
"Apakah hampir pasti semua partai politik pengusung Pak Jokowi akan mendapatkan kursi? Saya yakin satu-satunya partai yang sudah firm akan mendapatkan kursi di pemerintahan nanti baru PDIP. Apakah mungkin koalisi atau kabinetnya akan gemuk nanti, itu sudah pernah dijalankan," tutur Hendri.
Hendri mengatakan tak ada jaminan hubungan partai-partai dalam koalisi yang gemuk akan langgeng hingga akhir pemerintahan. Hendri menyebut Jokowi belajar dari pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Saya rasa Pak Jokowi belajar saat zaman SBY. Koalisi gemuk pun tidak serta-merta akan langgeng sampai akhir pemerintahan. Pada saat nanti, 2 tahun atau 3 tahun sebelum pemerintahan usai, mereka akan tercerai-berai, mencari kekuasaan-kekuasaan baru," ucap dia.
Simak Juga "Peluang PAN-PD Merapat ke Jokowi, PDIP Ingatkan Pentingnya Oposisi":
(aud/knv)