"Minimal sebagian korban sudut seluruhnya itu tidak sejajar, tembakannya mengarah ke atas. Yang lainnya sejajar , artinya orang yang nembak dalam posisi berdiri. Kalau sniper biasanya dari atas ke bawah, sniper itu biasanya mengambil posisi-posisi yang lebih atas, misalnya gedung," kata Hermawan kepada detikcom, Senin (24/6/2019).
Hermawan juga menuturkan analisisnya soal tembakan yang datang dari arah samping. Masih berdasarkan hasil autopsi yang diketahui dia, beberapa korban mengalami luka tembak di leher dan kepala sebelah kiri. Namun ada juga korban yang tertembak dari arah depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditanyai soal kemungkinan asal tembakan dari aparat kepolisian, Ketua Tim Asistensi TGPF Kerusuhan 1998 ini menjelaskan bukan ciri khas polisi menembak dengan satu peluru (single bullet).
"(Pelaku) orang-orang yang punya pengalaman. Menembak dari jarak jauh dengan single bullet dan mematikan itu tidak sembarangan orang. Polisi ciri khasnya nembaknya random, atau dari depan atau dari belakang," tutur dia.
"Itu tembakan beberapa sudutnya naik. Artinya apa, artinya yang nembak itu tiarap. Kalau polisi kan nggak mungkin tiarap. Orang lagi rusuh begitu massa dia (polisi) merayap, kan dia lagi mengendalikan massa. Kan nggak mungkin polisi itu tiarap lalu menembak dari bawah. Analisa saya itu mustahil dalam kondisi rusuh polisi malah tiarap," sambung Hermawan.
(aud/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini