"ICW meminta agar pengadilan tidak menerima permohonan gugatan perdata yang dilayangkan oleh Sjamsul Nursalim," ujar peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana, kepada wartawan, Selasa (11/6/2019).
Kurnia juga meminta KPK tetap memberikan dukungan dan perlindungan kepada auditor BPK yang digugat Sjamsul. Dia juga meminta BPK ikut berperan melakukan pembelaan kepada auditor itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPK secara kelembagaan tidak melepaskan tanggungjawabnya dengan memberikan perlindungan, serta membela ahli dari berbagai macam ancaman, termasuk gugatan perdata dari tersangka korupsi," katanya.
Selain itu, Kurnia menilai gugatan yang dilayangkan BPK ini salah alamat. Setidaknya, ada lima alasan yang membuktikan Sjamsul tidak pantas menggugat BPK. Berikut ini lima alasan ICW:
1. Audit BPK yang dilakukan pada 2017 telah dibenarkan oleh Hakim pada persidangan dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung. Pada saat pembacaan putusan. Tumenggung secara sah dan meyakinkan telah terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun karena menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Nursalim.
2. Audit BPK dengan jenis pemeriksaan dengan tujuan tertentu/investigatif tidak membutuhkan tanggapan dari pihak yang diperiksa.
3. Audit yang dilakukan oleh BPK dilakukan atas permintaan KPK dalam rangka penghitungan kerugian negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam Pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham/Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim selaku Pemegang Saham Pengendali BDNI pada 2004.
4. Audit BPK yang dilakukan pada 2002, 2006, dan 2017 tidak bisa disamakan, karena pada prinsipnya ruang lingkup audit berbeda satu sama lain. Lalu, pada audit sebelumnya (2002 dan 2006), tidak pernah ada kesimpulan bahwa utang Nursalim kepada negara telah selesai, maka dari itu tidak tepat jika kuasa hukum menjadikan hal ini sebagai dasar gugatan.
5. Seorang ahli yang memberikan kesaksian di muka persidangan tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata atas keterangan yang disampaikan. Hal ini diatur dalam Pasal 32 ayat (1) United Convention Against Corruption yang telah diratifikasi dalam UU No 7 Tahun 2006 yang menyebutkan bahwa seorang ahli harus mendapat perlindungan dari negara terkait dengan keterangan yang disampaikan di muka persidangan.
Diketahui, Sjamsul sebelumnya mengajukan gugatan terhadap BPK di PN Tangerang. Berdasarkan data di situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Tangerang, gugatan itu didaftarkan sejak Selasa (12/2) dengan nomor perkara 144/Pdt.G/2019/PN Tng.
Salah satu petitum dalam gugatan ini ialah agar pengadilan menyatakan 'Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham/Surat Keterangan Lunas kepada Sdr Sjamsul Nursalim selaku Pemegang Saham Pengendali BDNI pada Tahun 2004 Sehubungan dengan Pemenuhan Kewajiban Penyerahan Aset oleh Obligor BLBI kepada BPPN Nomor 12/LHP/XXI/08/2017 tanggal 25 Agustus 2017' tidak sah, cacat hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (zap/hri)