Babak Baru Kasus BLBI

Round-Up

Babak Baru Kasus BLBI

Zunita Putri - detikNews
Senin, 10 Jun 2019 22:05 WIB
Gedung KPK (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memasuki babak baru. KPK merilis secara resmi keputusannya menetapkan Sjamsul Nursalim dan istri sebagai tersangka kasus tersebut.

Babak baru kasus BLBI sebetulnya sudah terkuak sejak akhir Mei 2019 ini. Kala itu, pimpinan KPK mengumumkan bahwa status kasus yang menimbulkan kerugian negara Rp 4,58 triliun naik ke tahap penyidikan.

"Iya, sudah (naik penyidikan)," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2019). Namun Alex tidak menyebutkan inisial tersangkanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sidang kasus BLBI dengan terdakwa Syafruddin Tumenggung.Sidang kasus BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung. (Foto: Ari Saputra/detikcom)


Hampir dua pekan kemudian, tepatnya 10 Juni, KPK mengumumkan inisial tersangka baru kasus BLBI. Ada dua inisial, yakni SJN dan ITN.

"Setelah melakukan proses penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka KPK membuka penyidikan baru, dugaan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Tumenggung, selaku Kepala BPPN dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku Obligor BLBI kepada BPPN dengan tersangka yaitu SJN (Sjamsul Nuraslim) sebagai pemegang saham pengendali BDNI dan ITN (Itjih Nursalim) swasta," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (10/6).

Sjamsul dan istrinya disangka merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.



KPK meminta Sjamsul dan istrinya bersikap kooperatif selama proses hukum kasus BLBI ini berjalan. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif seolah 'mengancam' dengan menyebut opsi-opsi yang bisa dilakukan untuk menjerat Sjamsul dan istrinya.

"KPK sangat berharap yang bersangkutan koperatif, karena pilihan KPK banyak. Bukan cuma TPPU (tindak pidana pencucian uang), tapi juga tindak pidana korporasi bisa kita lakukan, bahkan ada perpres soal beneficial ownership, penerima manfaat dari suatu perusahaan bisa kita terapkan dalam kasus ini," kata Syarif.


Syarif juga menekankan bahwa pihaknya bekerja sama dengan otoritas luar negeri, yakni Singapura dalam menangani kasus BLBI. KPK mengimbau Sjamsul dan istrinya agar hadir dalam setiap memenuhi panggilan KPK, hingga ke persidangan.

"Jika nanti nggak kooperatif, memang kita niat kasus ini akan disidangkan secara in absentia. Tapi sekali lagi, saya pikir bahwa sebaiknya kepada bapak (Sjamsul) hadir, agar bisa juga menyampaikan hak-haknya di pengadilan, agar tidak sepihak," jelasnya.

"Tetapi apakah telah memenuhi syarat apabila kasus ini bisa dilakukan secara in absentia. Sebab, KPK telah bicara dengan para pakar, termasuk beri pemanggilan wajar berkali-kali, baik formal dan informal," imbuh Syarif.

Syamsul dan istrinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga bersama-sama melakukan tindakan yang merugikan negara bersama Syafruddin Arsyad Temenggung. KPK menyebut perbuatan Sjamsul dan istrinya yang merugikan negara ini dimulai sejak 21 Agustus 1998 hingga 24 Mei 2007.

Halaman 2 dari 2
(zak/dkp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads