"Saya melihat Demokrat mau berada di tengah, berada di antara Prabowo dan Jokowi. Dengan berada di tengah, dia bisa membaca kemungkinan-kemungkinan politik yang terjadi. Dengan berada di tengah, dia bisa lebih leluasa memilih kawan setelah Pilpres 2019," kata Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fachry Ali, kepada detikcom, Sabtu (8/6/2019).
Fachry berpendapat PD lebih condong ke kubu pemerintah dibanding kubu oposisi saat ini. Dia juga menyebut sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri hingga tokoh-tokoh di koalisi Jokowi menunjukkan kesediaan pihak Jokowi berteman dengan Demokrat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut ada indikasi Demokrat tak nyaman berada di koalisi yang mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Hal itu disebutnya mulai tampak ketika SBY menuliskan surat tentang kampanye akbar Prabowo-Sandiaga di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) yang disebut tidak lazim dan tak inklusif.
"Surat SBY yang beredar pada waktu kampanye akbar Gerindra dan kawan-kawannya di GBK, itu kan ada surat di mana SBY menilai kampanye itu tidak inklusif, yang terlalu menonjolkan politik identitas, itu sebetulnya sudah indikasi bahwa SBY mau berada di tengah. Memilih menjadi partai penyeimbang," tutur Fachry.
Sebaliknya, pendapat Fachry, PD justru merasa nyaman berada dekat kubu Jokowi. Salah satunya tampak dari kunjungan kedua putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) ke Istana Negara dan kediaman Megawati saat hari pertama Idul Fitri (5/6) kemarin.
"Berkunjungnya AHY dan keluarga ke Istana dan rumah Bu Mega itu semuanya indikasi Demokrat dan kubu Pak Jokowi berteman. SBY ingin ada di tengah. Belum tentu SBY tetap di koalisi Prabowo setelah Pilpres. Sama saja seperti PAN, sama saja Demokrat dan PAN," tutur Fachry.
Tonton juga video SBY: Demokrat Dirugikan Akibat Kurangnya Fair Play di Pemilu 2019:
(aud/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini