Tahun ini, berpuasa di Milan, Italia, berdurasi 17,5 jam. Bagi saya, yang sedari kecil tinggal di Negeri Khatulistiwa dan memiliki durasi puasa 13-14 jam, berpuasa 17,5 jam memiliki tantangan sendiri. Ini adalah puasa saya kedua di Italia. Saya merasa bersyukur, berpuasa di negeri yang minoritas muslim memberi warna tersendiri.
Saya berkuliah di kampus bernama Politecnico di Milano (Polimi), dan di kampus saya terdapat asosiasi mahasiswa muslimnya, yang bernama ASM (Associazione Studenti Musulmani). ASM merupakan organisasi mahasiswa muslim pertama di sepanjang sejarah Italia dan Polimi. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan ASM tahun ini adalah buka puasa bersama (Iftar).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Acara kemudian dilanjutkan dengan adanya sambutan dan sedikit ceramah dari salah satu pemuka agama Islam di Milan, dalam bahasa Arab, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Italia dan bahasa Inggris. Selanjutnya, untuk menambah keakraban, panitia menyelenggarakan lomba cerdas cermat sederhana yang mengundang partisipasi dari mahasiswa yang hadir. Kegiatan ini kemudian ditutup dengan agenda puncak, yaitu buka bersama. Rasa persaudaraan sesama muslim yang terjalin, dapat mencicipi berbagai jenis makanan, serta berbagi cerita dengan teman-teman dari berbagai negara.
![]() |
Puasa di luar negeri memang banyak tantangannya, mulai durasi puasa yang panjang hingga kondisi sekitar yang mayoritas tidak berpuasa. Namun, dengan adanya acara buka puasa bersama ini, kekeluargaan dan kebersamaan tetap dapat dirasakan walau berada lebih dari 10 ribu kilometer dari Indonesia.
*) Yasmin Mauliddina adalah mahasiswi Master Student, Management Engineering, Politecnico di Milano (Milan) dan anggota Divisi Festival Luar Negeri (FELARI) 2018-2019
*) Artikel ini terselenggara atas kerja sama detikcom dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPI Dunia). (fay/fay)