PDIP: Kubu 02 Politisir Penangkapan Pro-Prabowo yang Sebar Kebencian

PDIP: Kubu 02 Politisir Penangkapan Pro-Prabowo yang Sebar Kebencian

Elza Astari Retaduari - detikNews
Selasa, 28 Mei 2019 19:25 WIB
Foto: Charles Honoris saat bersama Jokowi. (Dok. pribadi).
Jakarta - Sejumlah pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ditangkap polisi karena kasus melakukan fitnah hingga menghasut dengan ujaran kebencian. PDI Perjuangan menilai ada upaya politisasi dari kubu 02 terhadap penegakan hukum yang dilakukan polisi.

"Penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian terhadap sejumlah pihak belakangan ini adalah semata-mata demi menjalankan perintah UU. Siapapun yang melakukan fitnah, menyebar hoaks, menghasut dan berujar kebencian, akan ditindak oleh polisi. Tanpa peduli mereka pendukung 01 atau 02 atau nonpartisan sekalipun," ujar politikus PDIP Charles Honoris kepada wartawan, Selasa (28/5/2019).

Ada pun beberapa pro-Prabowo yang ditangkap seperti Eggi Sudjana dan Mustofa Nahrawardaya. Beberapa elite Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga juga ditetapkan sebagai tersangka makar, salah satunya adalah Kivlan Zein.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gerindra sempat menyatakan di era Pemerintahan Jokowi, orang-orang yang memberi kritik lalu ditangkap. Charles membantahnya dan meminta agar proses hukum yang dilakukan polisi tidak dipolitisir sedemikian rupa yang dapat menimbulkan persepsi seolah-olah Presiden Jokowi anti-kritik.

"Padahal, Pak Jokowi sejatinya tidak antikritik. Mungkin karena Jokowi berasal dari kalangan orang biasa, jadi kadar sensitivitasnya terhadap kritik bahkan terlalu rendah, jika dibanding pemimpin lain dari kalangan elite yang suka cepat tersinggung, sebentar-bentar marah dan menggebrak meja," ucapnya.


Kepada kubu Prabowo-Sandi, Charles meminta agar bisa membedakan antara mengkritik dengan memfitnah, menyebar hoaks atau kebohongan, menghasut dan melakukan ujaran kebencian. Ia menyebut, mengkritik jelas tidak melanggar hukum.

"Sementara memfitnah, menyebar hoaks/kebohongan, menghasut dan mengujarkan kebencian adalah pelanggaran hukum yang sudah diatur sejumlah UU, seperti KUHP, UU ITE, UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etinis, dan sebagainya," sebut Charles.

Anggota Komisi I DPR itu mengingatkan soal perwakilan Koalisi Prabowo-Sandi, termasuk Gerindra, yang ikut menyetujui undang-undang tersebut. Charles pun memberi sindiran kepada Gerindra Cs.

"Perlu diketahui, dua UU terakhir juga disetujui oleh Fraksi Gerindra yang belakangan kerap memprotes penegakan hukum atas UU tersebut. Sekarang Gerindra punya kader-kader di DPR, jadi kalau partai besutan Prabowo itu ingin masyarakat bebas memfitnah, menyebar hoaks dan menghasut, silakan ubah UU-nya dulu," sebutnya.

Charles pun menilai Gerindra ingin mengaburkan pandangan masyarakat terhadap pihak-pihak yang melanggar hukum. Ia lalu mengulas soal kasus hukum yang menimpa para pendukung Prabowo terkait ujaran kebencian.

"Politisasi yang dilakukan oleh Gerindra dan kubu 02 jelas berniat mengaburkan pandangan masyarakat terhadap tentang apa yang melanggar hukum dan tidak. Seolah-olah hoaks, fitnah dan penghasutan yang dilakukan pihaknya hanyalah sebatas kritik. Padahal, yang sebenarnya mereka lakukan diduga kuat melanggar hukum, sehingga polisi menindaknya," kata Charles.


"Misalnya saja Eggi Sudjana yang kedapatan menghasut para pendukung 02 untuk melakukan keonaran dan menabrak ketentuan-ketentuan hukum. Kemudian Mustofa Nahrawardaya yang ditangkap setelah sekian banyak menyebar hoaks yang memicu keonaran masyarakat," tambahnya.

Untuk itu, Charles meminta agar kasus hukum tidak diputarbalikkan sehingga membuat anggapan yang bias. Ia berharap, mengejar kekuasaan tidak menjadi alasan siapa saja bisa menjustifikasi persoalan hukum atau kriminal.

"Jangan sekali-kali mengaburkan berbagai pelanggaran hukum dengan satu kata bernama kritik. Apakah sekadar kritik namanya jika memfitnah, menyebar hoaks, dan mengajak orang berbuat onar, sampai akhirnya ditemukan sejumlah senjata dan rencana pembunuhan sejumlah tokoh nasional?" kata Charles.

"Di sinilah kewarasan kita semua diuji. Jangan hanya karena alasan politik, pelanggaran hukum berupa hoaks, fitnah, penghasutan dan ujaran kebencian direduksi dan disebut sebagai sekadar kritik," sambungnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria membandingkan Gubernur DKI Anies Baswedan dengan Jokowi. Ini terkait pernyataan Anies soal tak pernah menangkap orang yang mengkritik dirinya selaku pejabat,

"Anies nggak pernah begitu. Emang Pak Jokowi, orang semua ditangkap-tangkapin, gitu loh. Bentar-bentar semua ditangkapin. Nggak boleh gitu," ujar Riza.

Sandiaga Uno juga berbicara soal beberapa pendukungnya yang ditangkap polisi. Ia menilai tokoh-tokoh yang ditangkap itu sedang menyuarakan perubahan.

"Mereka aktivis ingin menyuarakan satu perubahan," ujar Sandiaga di acara Hijrah Fest, Jakarta Convention Center, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, pada Minggu (26/5).



Simak Juga 'Demokrasi Berada di Persimpangan?':

[Gambas:Video 20detik]

(elz/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads