Kompolnas Imbau Korban Kekerasan Aparat Saat Demo 22 Mei Lapor ke Propam

Kompolnas Imbau Korban Kekerasan Aparat Saat Demo 22 Mei Lapor ke Propam

Rivki - detikNews
Minggu, 26 Mei 2019 09:47 WIB
Foto: Agung Pambudhy/detikcom
Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengakui kekerasan dalam aksi unjuk rasa memang tidak boleh dilakukan, baik oleh massa maupun aparat. Kompolnas mengimbau korban kekerasan polisi agar melapor ke propam, baik di Polda maupun Mabes Polri.

"Baik polisi maupun masyarakat tidak dibenarkan melakukan kekerasan di luar hukum. Tapi sepertinya dinamika kejadian beberapa hari terakhir ini membuat kekerasan tidak dapat terhindari oleh kedua belah pihak. Walau hingga kini saya masih meyakini, bahwa bukan dimulai oleh aparat," ujar anggota Kompolnas Andrea H Poeloengan ketika dihubungi Sabtu (25/5/2019) malam.


Andrea mengatakan para aparat tidak sembarangan dalam melakukan kekerasan. Namun, jika raganya sudah merasa terancam, tindakan itu ada kemungkinan bisa dilakukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Secara teori, memang upaya keras terukur oleh aparat hanya digunakan sebagai tindakan terakhir jika aparat atau masyarakat terancam raga atau jiwanya. Tapi, secara praktik di lapangan, ketika sudah ada korban sedikit atau ringan saja, tidak tertutup kemungkinan aparat akan melakukan perlawanan, siapa pun itu, entah Polri, TNI, Satpol PP, maupun satpam jika berada pada titik terdesak atau puncak emosi," jelasnya.

"Ibarat kalau kita terjebak di tengah tawuran pelajar atau antarkampung saja, kita yang tidak bisa menghindar, sangat mungkin jadi korban yang tak bersalah. Apalagi jika tidak mau pergi jika dihalau, kemudian ngotot dan melempari, atau menyerang aparat, potensi kita menjadi korban sudah sebuah risiko," lanjut Andrea.


Untuk itu, ia menyarankan agar warga yang mengalami kekerasan itu dapat melaporkan ke Div Propam Mabes Polri. "Saya prihatin ada masyarakat yang merasa teraniaya yang diduga dilakukan oleh polisi, sebaiknya segera lapor ke Div Propam Polri di Mabes Polri, karena operasi ini di lapangan adalah tanggung-jawab dari Kapolda Metro Jaya," jelas Andrea.

Ia pun menyinggung soal adanya penemuan peluru tajam. Andrea menyebut hal itu perlu diusut sampai tuntas agar tidak terjadi fitnah, lantaran selama ini aparat tidak pernah dibekali senjata tajam selama penanganan unjuk rasa.

"Bagi saya hal ini wajib di usut segera oleh Mabes Polri, jika perlu dengan melibatkan Kompolnas, agar jangan jadi pembusukan dan fitnah terhadap Polri. Terutama soal penembakan dan peluru tajam, bahwa Polri termasuk Brimob yang bertugas mengamankan langsung unjuk rasa pada saat itu, tidak dibekali senjata api dan peluru tajam. Saya menilai, terlepas dari kejadian kekerasan yang ada, seolah Polri saat ini seperti 'dibusukkan di mata masyarakat, terlihat bahwa unras di Bawaslu hingga lewat magrib, tidak ada harganya di mata masyarakat pendemo, bahkan ketika diminta bubar, ada massa lain yang melawan Polri, merusak aset anggota Polri dan aset Polri. Ya, secara tegas saya katakan perlu diusut secara keseluruhan, tidak hanya kejadian-kejadian dugaan kekerasan tersebut saja, tapi keseluruhan aksi masyarakat ini agar sekali lagi jangan terjadi fitnah," tuturnya.


Simak Juga "Ini Para Pelempar Batu hingga Molotov ke Polisi Saat Rusuh 22 Mei":

[Gambas:Video 20detik]

(eva/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads