"Mereka mengeluarkan saya tidak mediasi. Sekali lagi saya katakan, mereka yang kasih jalan. Jalan itu sudah terbuka lebar, kata-kata bersih-bersih, komitmen, apalagi, saat ketemu Pak Jokowi, (saya) dibilang pengkhianat," kata Suwirta ketika dihubungi detikcom via telepon, Kamis (23/5/2019).
Menurut Suwirta, pertemuannya dengan Jokowi pada Senin (22/4) bersama para bupati di Bali itu merupakan kesempatannya untuk menyampaikan program-progam di Klungkung. Dia menegaskan posisinya ke Istana saat itu sebagai Bupati Klungkung dan bukan sebagai kader partai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, menurut Suwirta, pertemuannya dengan Jokowi itu bukan pertama kalinya. Dia mengatakan pertemuan pertamanya terjadi pada 5 Juli 2018 bersama 23 bupati se-Indonesia.
"Saya sudah dari dulu bawa proposal, habis saya menang 77,6 persen, saya juga diundang (bersama) 23 bupati se-Indonesia, waktu itu tidak ada yang mempermasalahkan. Saya juga ngobrol lama sama beliau dan menyampaikan proposal," paparnya.
"Beliau menanyakan proposalnya sudah? Tinggal dilengkapi rekomendasi surat dari Menteri Pariwisata, tinggal lampu hijau sudah ada untuk pembiayaannya Klungkung, Nusa Penida, terus saya mau apa lagi? Saya kan untuk membangun. Terserah merekalah kalau (saya) dianggap pengkhianat, masyarakat mengatakan itu (pengkhianat) saya juga nggak tahu," sambungnya.
Suwirta pun heran pertemuannya dengan Jokowi juga dibahas di salah satu tangkapan layar grup WhatsApp. Sekarang, setelah keluar sebagai kader, Suwirta mengaku bakal berfokus bekerja sebagai bupati.
"Iya, kan pertama pengkhianat. Saya dapatkan screenshot (WA) itu kan. Mereka kan ribut siapa yang menyebarkan itu. Kenapa tidak berpikir positif pada saat (saya) bertemu Presiden. Kalau saya bisa membangun baik, kan yang kelihatan bupati yang diusung Gerindra juga," ujar Suwirta. (ams/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini