Kontroversi ini berawal dari pernyataan Badar yang meminta Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk juga menolak hasil Pileg 2019, bukan hanya Pilpres saja. Meski dalam rekapitulasi sementara Gerindra masuk di 3 besar, ia menyebut koalisi harus adil.
"Itu risiko, kalau berjuang itu bersama-sama merasakan kemenangan atau kekalahan, tidak menang sendiri, Apalagi Berkarya di pileg kali ini belum maksimal dan juga banyak dicurangi. Perlu disuarakan juga kalau memang peduli," kata Badar, Kamis (16/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataannya ditanggapi Priyo selaku Sekjen Berkarya. Ia menyebut apa yang disampaikan Badar bukan representasi dari partai.
"Itu pernyataan pribadi, bukan atas nama partai. Di semua partai sikap resmi itu ada pada ketum dan sekjen. Saudara Badar terlalu bersemangat mengait-ngaitkan keduanya, padahal itu keliru," ungkap Priyo kepada detikcom, Jumat (17/5/2019).
![]() |
Waketum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ini mengatakan Berkarya senada dengan keputusan pasangan nomor urut 02 itu yang menolak hasil perhitungan Pilpres 2019. Priyo juga menyebut pileg tidak berkaitan dengan koalisi.
"Sikap resmi Berkarya sepenuhnya mendukung dan sehaluan dengan keputusan BPN Prabowo-Sandi yang menolak hasil pilpres jika semua kecurangan yang masif tidak mendapat respons yang adil. Sesuai aturan perundangan sejak awal BPN memang dibentuk untuk pemenangan Prabowo-Sandi dalam pilpres, bukan pileg. Kami paham itu," urai dia.
Statement Priyo mendapat reaksi kembali dari Badaruddin Andi Picunang. Ia menuding Priyo jadi kurang perhatian dengan partai sejak bergabung dengan BPN Prabowo-Sandi sehingga membuat Berkarya nyungsep.
Berdasarkan hasil rekapitulasi pileg sementara KPU, Berkarya berada di posisi ke-11. Namun karena hasilnya di bawah 4%, Berkarya tidak memenuhi syarat parliamentary threshold atau ambang batas parlemen. Partai pimpinan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto itu pun gagal masuk DPR.
"Mas Priyo sejak di BPN kurang memperhatikan perkembangan partai lagi. Makanya partai ini nyungsep," kata Badar.
Badar berbicara soal prioritas yang seharusnya dilakukan Berkarya sebagai partai baru. Ia menyoroti Priyo yang cenderung lebih memfokuskan bekerja untuk BPN Prabowo-Sandi, ketimbang untuk Berkarya.
Menurut Badar, Berkarya harusnya fokus pada Pileg dibanding Pilpres. Ia juga menyinggung soal Ketum Berkarya Hutomo Mandala Putra (HMP) atau Tommy Soeharto yang tak pernah terlibat di BPN Prabowo-Sandiaga.
"Hanya sebagai pendukung di pilpres beban politik partai baru seperti Berkarya harusnya lebih berat di pileg. Mana pernah Ketum HMP terlibat dalam kegiatan BPN, beliau lebih fokus mengimbau kami urus pileg," tutur Badar.
Badar juga mempertanyakan kerja Priyo yang ditugaskan bergabung ke BPN Prabowo-Sandiaga. Menurut dia, Priyo seharusnya memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi Berkarya.
"Harusnya aspirasi partai diperjuangkan juga di BPN dan capres agar koalisi semangat berjuang bersama. Kalau pola pikirnya tidak mikir pileg, jangan-jangan hanya mikir jadi anggota kabinet saja," beber Badar.
Soal Priyo yang menyebut pernyataan resmi keluar dari ketum dan sekjen, ia punya argumen. Badar kembali mengingatkan posisinya yang tinggi di Berkarya sebagai anggota Majelis Tinggi.
"Bedakan surat dan suara/aspirasi. Surat resmi itu ada pada Ketum dan Sekjen setiap partai. Tapi kalau suara atau aspirasi melekat pada semua kader apalagi pengurus. Di Partai Berkarya ada namanya Majelis Tinggi yang punya hak veto. Saya ada di situ. Saya punya hak berpendapat atas nama partai," urainya.
"Saya salah satu pendiri (majelis tinggi) dan sekjen pertama partai ini lebih paham urat nadi dan aspirasi yang berkembang di internal kami," sambung Badar.
Merespons tudingan Badar, Priyo mengingatkan eks Sekjen Berkarya tersebut soal soliditas partai. Ia meminta Badar hati-hati dalam melakukan manuver politik. Priyo tidak ingin ada penilaian negatif terhadap soliditas Partai Berkarya.
"Jika bermanuver hendaknya dijaga suasana kebatinan politik. Jangan justru ikut-ikutan minor yang dinilai melemahkan soliditas atau timbulkan syak wasangka. Ini yang harus diluruskan sesuai garis kebijakan partai," ucap Priyo, Jumat (17/5).
"Pegangan saya adalah Ketum, Ketua Wantim, Ketua Wanhor, dan garis partai. Tapi memang di hampir semua partai, selalu saja ada orang-orang yang gemar bikin 'political noise''," tegas Priyo.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini