"Lembaga survei yang melakukan quick count sudah melaporkan sumber dana dan metode quick count. Maka saya harap KPU nanti akan mengumumkan sehingga persoalan administrasi akan beres. Penjelasan mengenai dana itu sudah dikumpulkan terlebih dulu, sebelum pelaksanaan quick count karena itu menjadi prasyarat (daftar di KPU)," kata Sekretaris Jenderal Persepi Yunarto Wijaya kepada detikcom, Jumat (17/5/2019).
"Yang secara administrasi lembaga survei telat mungkin mengumpulkan laporan hasil quick count-nya. Jadi hanya laporan quick count-nya. Tetapi laporan quick count dari lembaga survei itu kan sudah dimuat media dari April, sudah diketahui masyarakat," sambung Yunarto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yunarto menuturkan transparansi adalah hal penting dalam proses pemilu, apalagi dalam hal ini lembaga survei merupakan pihak ketiga. Jadi, menurut dia, wajar bila Bawaslu mengharuskan KPU menyampaikan ke publik informasi perihal asal muasal lembaga survei melakukan quick count.
"Pentingnya KPU mempublikasikan metode dan sumber dana hanya untuk transparansi. Kan memang tugasnya KPU seperti itu dan publik kan perlu tahu. Transparansi kan bagian dari urgensi juga. Kalau pesta demokrasi alangkah baiknya semua proses ditransparansikan, termasuk ketika ada lembaga survei, pihak ketiga melakukan quick count," jelas Yunarto.
Yunarto berpendapat KPU lupa menjalankan tugas karena beban kerja yang luar biasa setelah 17 April kemarin. Dia berharap, setelah keluarnya putusan ini, KPU bisa langsung menghubungi lembaga survei penyelenggara quick count untuk menagih laporan hasil tersebut..
"Mungkin KPU kemarin kan bebannya luar biasa pasca-17 April, mungkin kemudian tidak terjadi komunikasi yang intens kepada lembaga survei bahwa laporan harus secepatnya diberikan," ujar dia.
Keputusan tegas dari Bawaslu kepada KPU, menurut Yunarto, merupakan bukti bahwa tidak ada konspirasi antara KPU dan Bawaslu untuk mencurangi Pemilu 2019, seperti yang diisukan selama ini.
"Ini menunjukkan Bawaslu kerja secara profesional. Jadi tuduhan ada konspirasi antara Bawaslu dengan KPU atau Bawaslu dengan lembaga survei atau pasangan tertentu, ini terbukti tidak terjadi karena ternyata Bawaslu menjalankan tugasnya dengan semestinya. Kesalahan administrasi sering kali terjadi, dilakukan dan memang Bawaslu tugasnya di situ," tutur Yunarto.
Bawaslu sebelumnya memutuskan KPU melakukan pelanggaran administratif pemilu terkait lembaga penyelenggara hitung cepat alias quick count. KPU disebut terbukti tidak transparan dalam mengumumkan pendaftaran lembaga survei penyelenggara quick count. Kemudian, KPU dinyatakan terbukti tidak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada lembaga survei untuk dimasukkan ke laporan sumber dana dan metodologi.
Bawaslu menjelaskan seharusnya laporan tersebut dilakukan 15 hari setelah pengumuman hasil survei. Bawaslu menyatakan hal itu bertentangan dengan ketentuan undang-undang hingga peraturan KPU tentang sosialisasi pemilih atau partisipasi masyarakat.
"Tindakan KPU yang tidak menyurati secara resmi ke lembaga penghitungan cepat hasil pemilu untuk memasukkan laporan sumber dana, metodologi yang digunakan paling lambat 15 hari setelah penghitungan cepat hasil pemilu merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 449 ayat 4 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 29 dan 30 ayat 1 PKPU 2018 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat," jelas Rahmat.
Untuk itu, Bawaslu memutuskan KPU telah melanggar tata cara serta prosedur pendaftaran dan pelaporan lembaga survei. Bawaslu meminta KPU segera mengumumkan lembaga survei yang tidak memasukkan laporan ke KPU.
Sebelumnya, laporan itu diajukan oleh Badan Pemenangan Pemilu (BPN) Prabowo-Sandi pada Kamis (3/5). Laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor 08/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019. BPN menilai KPU lambat menangani laporan terkait lembaga survei itu.
Bawaslu Tetapkan KPU Langgar Tata Cara Input Situng:
(aud/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini