"Kalau mau ditolak, ya tolaklah semua (hasil Pilpres sekaligus Pileg 2019). Itu baru gentle," kata Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, kepada wartawan, Kamis (16/5/2019).
Menurut Karding, tak ada beda antara penyelenggaraan Pilpres dengan Pileg 2019 yang pemungutan suaranya dilaksanakan dalam satu hari pada 17 April 2019 itu. Jadi, bila tidak terima dengan yang terjadi di Pilpres, maka seharusnya pihak yang tidak terima itu juga menolak hasil Pileg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa alasan pembedanya? Nggak ada pembedanya. Apalagi, pada prinsipnya baik Pileg maupun Pilpres itu tidak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang mereka sebut terstruktur dan masif itu. Datanya tidak ditemukan dan tidak bisa disampaikan oleh kubu 02," kata Karding menyebut istilah 'terstruktur dan masif' yang sering disebut kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi untuk merujuk pada kecurangan di Pemilu 2019.
Kecurangan besar yang diklaim eksis oleh Prabowo-Sandiaga disebutnya tak lebih dari sekadar klaim. Dia menilai kubu Prabowo-Sandiaga tidak bisa menerima kekalahan di Pilpres 2019.
"Penolakan itu sebenarnya adalah bentuk emosional dan sikap tidak mau menerima kekalahan. Yang harus kita ketahui bersama, kalau dianggap ada kecurangan, maka sampaikanlah data kecurangan itu secara baik ke penyelenggara Pemilu," kata Karding yang menyebut di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 17 April lalu juga ada saksi dari kubu Prabowo-Sandi maupun Jokowi-Ma'ruf.
Sebelumnya, Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa tidak setuju dengan saran Karding. Desmond tetap ingin para caleg terpilih dari parpolnya dilantik menjadi anggota DPR maupun DPRD, meski mereka menolak hasil Pilpres 2019.
"Masa kita harus mengikuti cara berpikir TKN yang cuma memikirkan kekuasaan?" tanggap Desmond.
Panas Hubungan Demokrat di Koalisi Prabowo-Sandi:
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini