Pada akhir 2016, Kivlan bersama enam orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar. Mereka diduga akan menunggangi aksi pada 2 Desember 2016 atau yang dikenal Aksi 212.
Terkait hal ini, Kivlan menyatakan tuduhan tersebut tidak benar dan sudah selesai. Saat itu kasus yang ditangani di Polda Metro Jaya pun dianggapnya selesai.
"Itu tuduhan tidak benar, nyatanya saya ditanya 10 pertanyaan oleh Polda di situ pertanyaan saya bagaimana menyampaikan tentang perubahan. 10 pertanyaan. Terus kemudian selesai, saya keluar, nggak ada masalah. Itu sudahlah," kata Kivlan di Bareskrim, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (13/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua sudah diserahkan kepada Polri, sudah. Saya percaya kepada Polri. Saya harap pemberitaan ini adalah proporsional dan benar jangan nanti saya dibuat-buat lagi macam-macam lah. Saya percaya media berkata yang benar. Jangan berita mau ke Singapura ke Brunei ke Jerman janganlah bahas saya mau melarikan diri," ungkap dia.
Diketahui, Kivlan pernah ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar pada akhir 2016 lalu. Dia bersama enam orang lainnya diduga akan menggiring massa 212 untuk menduduki gedung MPR/DPR.
Keenam orang selain Kivlan yakni Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Huzein, Eko, Alvin Indra Al Fariz, dan Rachmawati. Pengungkapan kasus ini bermula dari penangkapan sejumlah orang di Hotel Sari Pan Pasific pada 1 Desember.
Kivlan Zen, mengaku bingung mengapa dirinya bisa ikut diciduk dan dijadikan tersangka oleh kepolisian. Padahal Kivlan mengaku, dalam konferensi pers di Hotel Sari Pan Pacific pada 1 Desember 2016, dia tidak hadir.
"Khusus untuk saya, di situ (surat penangkapan) disebutkan tanggal 1 (Desember 2016), tanggal 1 saya tanya ada statement Rachmawati minta ke DPR, yang di Hotel Sari Pan Pacific. Saya tidak terlibat, saya tidak hadir," kata Kivlan saat audiensi dengan pimpinan DPR RI, Fadli Zon, di gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Kemudian yang terbaru, Kivlan dilaporkan seseorang bernama Jalaludin terkait tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) serta UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 dan/atau Pasal 15 terhadap keamanan negara/makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 juncto Pasal 87 dan/atau Pasal 163 bis juncto Pasal 107.
(jbr/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini