Permintaan maaf itu disampaikan Ulin lewat akun Twitternya, @ulinyusron, Minggu (12/5/2019).
"Pria yang Ancam Penggal Kepala Jokowi Ditangkap! β’ Akhirnya. Mohon maaf kepada nama2 yang disebut dan keliru. Ini murni kesalahan menerima informasi dan mengolahnya. Terima kasih yang sudah meramaikan percakapan soal penggal sehingga telah menutupi demo," tulis Ulin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, pria pelaku pengancaman ini berinsial HS. Polisi telah menangkap HS di Parung, Bogor, Minggu (12/5) kemarin. Polda Metro Jaya telah menetapkan HS sebagai tersangka makar.
Ulin yang kadung menyebarkan data diri Dheva Suprayoga kemudian menghapus cuitan yang memuat data diri Dheva, yakni foto, nama lengkap, tempat tanggal lahir, Nomor Induk Kependudukan, status, hingga alamat. Meski cuitan sudah dihapus, tangkapan layar cuitan Ulin sudah beredar di media sosial.
detikcom telah menghubungi Ulin untuk mendapatkan klarifikasi terkait isu ini. Namun dia menolak memberi keterangan.
Dheva kemudian merilis video klarifikasi dari Kebumen, Jawa Tengah. Dia menjelaskan dirinya bukanlah orang yang berada di video viral 'ancam penggal Jokowi' itu.
"Saya Dheva Suprayoga, saya tinggal di Gang Teratai Nomor 20, saya ingin mengklarifikasi bahwa sebetulnya yang ada di video itu bukan saya. Saya dari kemarin juga Jumatan di mesjid Darussalam, di Kebumen, dan saya tidak pernah melakukan bepergian jauh. Saya mendukung upaya Polri untuk menangkap pelaku, secepat-cepatnya. Terima kasih," kata Dheva dalam video itu.
![]() |
Aksi Ulin Dikecam
Organisasi perjuangan dan perlindungan hak digital warga di Asia Tenggara atau Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengkritik penyebaran data pribadi oleh Ulin Yusron.
"Sudah ada unsur niat yang jelas untuk mengadvokasi kepada kejahatan," kata anggota divisi Akses Informasi Online SAFEnet, Nabillah Saputri, kepada wartawan.
Ulin disebutnya tak punya hak menyebarkan data kependudukan dan data pribadi. Dia rentan kena jerat Pasal 95A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam pasal itu diatur, setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan data kependudukan bisa dipidana dua tahun atau denda maksimal Rp 25 juta.
"Dia itu bisa masuk ke dalam Pasal 95A UU 24/2013 karena dia tanpa hak menyebarkan data kependudukan dan data pribadi," kata Nabillah.
Ada pula Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Lewat Permen itu, Ulin bisa kena peringatan. Perlindungan data pribadi akan lebih terjamin bila Indonesia punya UU Perlindungan Data Pribadi.
"Meskipun Permen, pemerintah dapat menindak secara langsung untuk memberi peringatan baik lisan maupun tulisan. Jika RUU Perlindungan Data Pribadi disahkan, Ulin bisa dijerat dengan pasal tersebut. Karena dia tak hanya menyebarluaskan data pribadi saja, namun juga ada data kependudukan di sana," kata Nabillah.
Doxing
Penyebaran informasi pribadi seperti ini juga biasa disebut sebagai doxing/doxxing. Ketentuan mengenai doxing di Indonesia salah satunya diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 tahun 2008. Tentu saja penyebaran informasi seseorang tak termasuk pelanggaran jika telah mendapat persetujuan orang yang bersangkutan.
Ada sederet sanksi yang mengancam para pelaku doxing. Selain sanksi pidana, ada pula denda. Berikut kutipan pasal-pasal terkait sanksi yang berkaitan dengan penyebaran informasi pribadi dalam Undang-Undang ITE:
Pasal 45
(3) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(4) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45A
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45B
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(dnu/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini