Adik salah satu korban Tragedi Trisakti Elang Mulia Lesmana (1978-1998), RM Awangga memberi tanggapan terkait perkembangan kasus tersebut. Menurut dia, dari dulu hingga sekarang, kasus pelanggaran HAM Tragedi Trisakti hanya jalan di tempat.
"Perkembangannya, stuck aja dari dulu sampai sekarang sama. Enggak ada perubahan. Cuma opini. Ya cuma itu aja, katanya mau diselesaikan, tahunya enggak," kata Awangga, saat dihubungi detikcom, Minggu (12/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berharap mah dari dulu. Cuma enggak ada yang berani aja. Paling enggak, ngakuin deh, 'gue salah nih'. Laki gitu. Biar sejarahnya bener. Enggak diputerin mulu tiap tahun, gosipnya begini gosipnya begitu," ujarnya.
Kendati demikian, dia percaya bahwa hingga sekarang dalang kasus penembakan kakaknya ini masih bercokol di antara sejumlah elite.
"Saya yakin penguasa-penguasa itu masih ada di elite-elite sekarang juga sih. Cuma enggak ada yang berani ngakuin. Soal pengadilan yang waktu itu kan enggak jelas juga itu. Tahu-tahu hilang aja kelanjutan kasusnya," katanya.
Lantas, dalam hal ini Iwang pun mengaku tak lagi percaya dengan janji pemerintah Jokowi soal penyelesaian kasus tragedi Trisakti. Meskipun, keluarga korban sempat diundang ke Istana untuk membicarakan kasus ini.
"Waktu dapet panggilan istana dari Pak Jokowi, tapi ujung-ujungnya malah dukungan dari aktivis 1998, nuansanya politik. Malah larinya untuk dukungan Jokowi di Kemayoran, aneh. Jadi dipolitisir gitu, enggak jelaslah, saya pokoknya enggak percaya aja. Pemerintah sendiri enggak ada keberanian, buat nyelesein masalahnya," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia dan mantan aktivis 98, Usman Hamid menuturkan bahwa kasus pelanggaran HAM Tragedi Trisakti memang mengalami sejumlah hambatan. Meskipun, usul soal penyelesaian kasus ini pernah muncul pada masa pemerintahan Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
"Di masa Abdurrahman Wahid, niat penyelesaian itu ada. Tapi ada resistensi dari militer yang cukup kuat, yang akhirnya mempengaruhi DPR. Di masa Megawati, komnas HAM pernah bertemu Presiden yang saat itu berjanji untuk mendukung penyelidikan tersebut. Tapi itu tidak terbukti. Di masa SBY, untuk mendorong kerjasama Komnas HAM dan militer itu juga ada. Tapi lagi-lagi ada resistensi. 10 tahun era SBY itu akhirnya era kemandegan, tidak inisiatif yang kuat. Di masa Jokowi niat itu juga ada di masa awal pemerintahan, tapi Jaksa Agung sering mengembalikan apa yang diserahkan oleh Komnas HAM, tanpa memberikan jalan keluar," tuturnya.
Lantas di tempat berbeda, peristiwa Tragedi Trisakti turut diperingati. Hari ini, Universitas Trisakti menggelar peringatan 21 tahun Tragedi 12 Mei 1998. Jajaran rektorat dan para mahasiswa mengenakan pakaian serba hitam dan menabur bunga sebagai simbol napak tilas atas peristiwa Tragedi Trisakti. Gelapnya proses pengungkapan Tragedi Trisakti disinggung oleh pejabat sementara (Pjs) rektor Universitas Trisakti, Ali Ghufron Mukti dalam pidatonya.
"Dalam peristiwa 12 Mei 1998 itu, keempat nyawa mereka melayang akibat peluru panas yang ditembakkan. Namun sampai kini, pemerintah yang juga bertanggung jawab akibat kematian mahasiswa Trisakti belum menemukan titik terang siapa pelaku yang harus benar-benar bertanggung jawab. Walau tim investigasi sudah dibentuk, namun titik terang peristiwa 12 Mei 1998 belum menemukan jawabannya sampai kini," ucap Ali.
Lihat video Tangis Orang Tua Tragedi Mei 98 di TPU Pondok Rangon:
(rdp/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini