"Perbuatan makar sangat erat berkait dengan persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh sebab itu, segala upaya yang menjurus pada upaya memecah belah persatuan bangsa dan negara harus ditangani dengan tegas. Kerugian yang sangat besar akan ditanggung oleh rakyat apabila ketentuan perundangan tentang makar 'lemah'," kata Prof Hibnu Nugroho kepada detikcom, Minggu (12/5/2019).
Karena menjadi penjaga keutuhan negara, pasal makar harus ditegakkan maksimal. Oleh sebab itu, delik makar adalah delik formal sehingga perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Komplain Kivlan 'Dikejar' Dugaan Makar |
Menurut guru besar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu, kebebasan berekspresi yang tertuang di dalam UUD 1945 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat tidak bisa dihadapkan dan diadu dengan ketentuan tentang makar. Namun justru ketentuan makar ini akan menjadi semacam kode etik dan membawa pesan bahwa kebebasan yang tanpa batas justru akan melanggar hak asasi orang lain.
"Oleh sebab itu di dalam mengeluarkan pendapat harus dilakukan sesuai peraturan perundangan agar tidak menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya," ujar Wakil Rektor II Unsoed itu mewanti-wanti.
Apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan delik makar dalam Pasal 87, 104, 106, 107, 139a, 139b, dan 140 KUHP adalah konstitusional dengan batu uji Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. MK menyatakan pasal-pasal tersebut tidak bertentangan dengan hak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat seseorang.
"Namun MK menyampaikan pesan singkat bahwa penegak hukum diminta berhati-hati dalam menerapkan pasal-pasal tersebut dalam negara demokratis," ujar Hibnu.
Tonton juga video Laporkan Balik Jalaluddin, Kivlan Zen Bantah Tuduhan Makar:
(asp/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini