Usul terkait kabinet zaken ini datang dari Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). BPIP mengusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat kabinet zaken apabila terpilih lagi di periode 2019-2024. Menurut Staf Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin, Jokowi menyambut positif usul ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ngabalin pun mengatakan, usulan soal kabinet zaken ini muncul dari Anggota Dewan Pengarah BPIP Ahmad Syafi'i Ma'arif. Menurutnya, hal yang wajar jika Jokowi menimbang usul itu. Pasalnya, diketahui Ahmad Syafi'i Ma'arif memang punya kapasitas.
"Itu usulan, saran, masukan dari orang-orang terbaik, orang-orang yang terpandang,orang-orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas, yang sekelas Pak Syafi'i Ma'arif itu kan tidak diragukan dari sisi kapasitasnya, kapabilitasnya, intelektualnya, sebagai seorang mantan pemimpin organisasi Islam terbesar di negeri ini tentu saja kan sesuatu yang bagus," katanya.
Sementara itu, juru bicara TKN Ace Hasan Syadzily tak secara langsung menyetujui usul kabinet zaken ini. Dia percaya di kalangan politisi juga masih banyak yang punya kompetensi.
"Soal zaken kabinet, kami berpandangan bahwa dari kalangan politisi atau partai politik juga banyak yang memiliki kompetensi dan profesionalitas sesuai dengan bidangnya," kata Ace.
Menurut dia, peran partai politik pun penting untuk jadi bahan pertimbangan untuk dukungan ke pemerintah.
"Bagi kami, peran partai politik juga penting untuk dipertimbangkan sebagai pilar utama dalam memberikan dukungan bagi pemerintahan yang efektif," kata dia.
Lantas, terkait usul kabinet zaken ini, sejarawan Andi Achdian mencoba mengajak masyarakat untuk kembali mengingat asal mula munculnya kabinet zaken di era Soekarno. Menurut dia, kabinet zaken di era Soekarno muncul karena ada krisis.
"Pertama-tama kan ada krisis secara politik bahwa setelah revolusi, parlemen dianggap tidak jalan. Kan waktu itu sistemnya multipartai, di bawah seorang perdana menteri. Dan itu tidak menghasilkan pemerintahan yang stabil. Jadi ada usulan, memang kalau pemerintah dipegang partai politik, maka pemerintah itu tidak stabil. Maka diusulkanlah zaken. Jadi konteksnya dulu ada krisis poliik," kata Andi, saat dihubungi detikcom, Jumat (10/5/2019)
Editor Jurnal Masyarakat Sejarawan ini juga menuturkan, pada Soekarno pada 9 April 1957, Djuanda Kartawijaya ditunjuk untuk membuat kabinet zaken. Namun, menurut dia sebetulnya pada saat itu kabinet tersebut tak secara langsung bebas dari politik.
"Maka ditunjukah Djuanda, akhirnya menghasilkan apa yang dikenal sekarang zaken kabinet atau kabinet karya. Sebenarnya tidak langsung bebas secara politik, tapi orang-orangnya dianggap orang yang non partai. Terutama Djuanda kan non-partai kan, sehingga dianggap punya kapasitas," tuturnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa pada saat itu kabinet zaken buatan Djuanda berjalan baik. Namun, kata dia, pada akhirnya kabinet Djuanda tak sesuai harapan.
"Kalau dilihat hasilnya, ada sih beberapa yang baik, misalnya deklarasi Djuanda. Tapi kan itu bisa dikatakan sebagai kondisi yang antara saja, sifatnya temporer. Karena, pada akhirnya tidak sesuai harapan bahwa bisa bekerja secara profesional. Ternyata enggak juga, tidak sesuai yang diharapkan. Sampai akhirnya demokrasi terpimpin langsung di bawah presiden untuk keluar dari kemacetan politik. Pertanyaannya, kemacaten politik apa yang membuat zaken kabinet sekarang dianggap penting? Kedua, agenda tujuannya seperti apa?" Katanya.
Lantas, dia berpandangan bahwa kabinet zaken bukan jawaban dari sejumlah krisis tersebut. Bahkan, menurutnya kabinet di Inggris yang kebanyakan berasal dari unsur partai tetap bisa bekerja dengan baik.
"Dalam beberapa hal relevan. Tapi zaken kabinet itu sesungguhnya bukan jawaban ya. Kalau anda bandingkan misalnya, kabinet menteri-menteri di Inggris, mereka adalah orang-orang partai dan bisa bekerja. Sehingga bukan jaminan orang politik tidak bisa menjalankan agenda program pemerintahan, atau bukan jaminan juga orang profesional bisa lebih baik menjalankan pemerintahan. Karena ada suatu asumsi di kita, profesional itu, akan memberikan jawaban terhadap kemandegan pemerintah. Tapi bagi saya itu ilusi ya," ucapnya. (rdp/fjp)