"People Power guna mengabaikan tahapan hukum pemilu, inkonstitusional," kata akademisi Universitas Udayana Bali, Dr Jimmy Usfunan kepada detikcom, Rabu (8/5/2019).
Menurut Jimmy, pemahaman people power akan dianggap bias kepentingan jika tidak didasarkan pada konstitusi. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengukur kualitas Pemilu dapat dilihat dari partisipasi pemilih. Selain itu juga mekanisme penyelesaian sengketa dan pelanggaran Pemilu dalam mewujudkan pemilu luber, jurdil.
"UUD 1945 dan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu telah mengatur mekanisme penyelesaian sengketa/pelanggaran Pemilu melalui mekanisme hukum. Karenanya, tidak boleh ada mekanisme lain di luar hukum dalam menyikapi suatu proses demokrasi pemilihan umum 2019," ucap Jimmy.
"Jika 'people power' dilakukan guna mengabaikan tahapan-tahapan hukum Pemilu maka mengarah pada tindakan yang inkonstitusional dan mencederai prinsip kedaulatan rakyat itu sendiri," kata Jimmy menegaskan.
Baca juga: Kapolri Wanti-wanti Batasan People Power |
Di sisi lain, Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) Yenti Garnasih dan para akademisi hukum lainnya sepakat hasutan people power bisa dijatuhi sanksi hukum dengan segala instrumen UU yang ada. Dari KUHP hingga UU ITE.
"Hasutan/tindakan/perbuatan 'people power' dengan maksud memobilisasi massa untuk menggulingkan pemerintahan yang sah adalah tindakan inkonstitusional yang dapat dijatuhi sanksi hukum," kata Yenti Garnasih.
Tonton video Kapolri Tegaskan Ada Ancaman Pidana soal People Power:
(asp/rvk)











































