Kasus bermula saat Dumeri alias Salman Nurmantyo menipu ribuan nasabahnya yang berinvestasi di Pandawa Group. Salman menjanjikan keuntungan di atas 10 persen terhadap para nasabah, dari mulai level anggota hingga tingkatan Leader, Gold, dan Diamond. Setiap Leader dijanjikan keuntungan sebesar 20 persen dari investasi nasabah. Total uang yang terkumpul mencapai Rp 3,3 triliun.
Belakangan, perputaran uang macet. Investasi nasabah dibawa kabur. Masyarakat yang kadung menggelontorkan uangnya ke Pandawa Group kalang kabut. Akhirnya, Dumeri alias Salman dilaporkan ke polisi pada awal 2017 dan kasus itu berlanjut ke meja hijau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 11 Desember 2017, Pengadilan Negeri (PN) Depok menyatakan Dumeri bersalah melakukan kejahatan perbankan. PN Depok menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 15 tahun kepada Dumeri alias Salman. Vonis itu dikuatkan hingga tingkat kasasi.
Lalu bagaimana dengan uang nasabah? Pada 31 Mei 2017 (beberapa bulan sebelum putusan pidana Dumeri), Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mempailitkan Pandawa Group. Aset dilelang dan dibagikan ke para kreditur lewat seorang kurator.
Nah, jaksa tidak terima. Dalam kasus pidana yang divonis belakangan, pengadilan merampas harta Pandawa untuk negara. Atas hal itu, kurator keberatan dan menggugat kasus itu kembali ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Baca juga: Ini 12 Koperasi Abal-abal yang Bikin Buntung |
Pada19 September 2018, Pengadilan Niaga Jakpus mengabulkan gugatan kurator. Pengadilan Niaga Jakpus memutuskan aset Pandawa Group dibagikan kepada masyarakat yang berhak secara adil dan berimbang (pari passu pro rata parte). Giliran jaksa tidak terima dan mengajukan kasasi. Apa kata MA?
"Putusan Pengadilan Niaga diucapkan pada 31 Mei 2017 dan sudah berkekuatan hukum tetap, maka barang yang dituntut penggugat (jaksa-red) menjadi boedel paillit yang akan dibagikan kepada kreditur, statusnya sudah pasti bukan milik Termohon Pailit (Pandawa Gruop). Sedangkan putusan PN Depok diucapkan pada 11 Desember 2017, sehingga pada waktu diputus sidah dikenakan sita umum kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, tidak bisa dialihkan menjadi milik negara karena bukan lagi milik para terdakwa," putus majelis kasasi sebagaimana dilansir website MA, Jumat (3/5/2019).
Duduk sebagai ketua majelis Yakup Ginting dengan anggota Zahrul Rabain dan Ibrahim. Atas pertimbangan itu, MA menolak permohonan kasasi jaksa.
(asp/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini