Pernyataan Bachtiar Nasir mengenai fatwa alternatif itu disampaikan saat melakukan jumpa pers Ijtimak Ulama III di Hotel Lor In, Sentul, Bogor, Rabu (1/5/2019). Bahctiar menjelaskan dorongan mengenai fatwa alternatif ini menjadi latar belakang digelarnya Ijtimak Ulama III.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Fatwa) yang mereka tidak mendapatkannya di MUI," imbuh dia.
Menurut Bachtiar, alasan diperlukannya fatwa alternatif selain dari MUI adalah adanya keinginan masyarakat untuk mendapatkan fatwa yang lebih konkret. Bachtiar menyebut selama ini masyarakat tidak mendapatkan fatwa itu dari MUI.
"Jadi MUI sudah mengeluarkan arahan dan bukan cuma dewan pertimbangan yang dipimpin Pak Din Syamsuddin, juga sudah ditandatangani oleh Sekjen MUI tentang bagaimana menyikapi (Pemilu 2019). Rupanya masyarakat menginginkan sesuatu yang lebih konkret ya, dan masyarakat ingin mendengarkan opini lain dari MUI. Kelihatannya itu, sehingga pertanyaan itu akan ada banyak sama kami," tuturnya.
Pernyataan Bachtiar itu kemudian direspons oleh Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis. Cholil menegaskan tak akan pernah mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan politik praktis.
"Fatwa MUI terdiri dari masalah keseharian (waqi'iyah), masalah-masalah tematis (maudhu'iya), dan masalah perundang-undangan (qanuniyah). Berkenaan dengan masalah politik (siasiyah), MUI berbicaranya secara prinsip dan nilai-nilai politik Islam. MUI tak akan mengeluarkan fatwa dari masalah politik praktis karena bukan ranah MUI," kata Nafis kepada wartawan.
Menurut Cholil, sudah banyak fatwa yang dikeluarkan oleh kelompok atau individu selain MUI. Namun, sambung Cholil, fatwa yang dikeluarkan MUI merupakan kesepakatan dari mayoritas ulama.
"Sebenarnya, fatwa itu sudah lama dikeluarkan oleh individu dan kelompok selain MUI, seperti fatwa kiai perorangan atau organisasi, seperti NU atau Muhammadiyah. Namun fatwa MUI menjadi representasi opini tokoh-tokoh umat Islam yang tergabung dari seluruh organisasi Ahlussunnah Waljamaah di Indonesia," jelasnya.
Cholil menilai salah alamat jika permintaan fatwa politik praktis ditujukan ke MUI. Bagi Cholil, sudah ada lembaga yang khusus menangani terkait keabsahan pemilu, yakni Mahkamah Konstitusi.
"Kalau minta fatwa politik praktis, apalagi berkenaan dengan keabsahan pemilu, tidak kepada MUI, tapi kepada Mahkamah Konstitusi. Juga bukan oleh Ijtimak Ulama III. Sebab, Indonesia sudah menyepakati tentang asas negara dan model tata negara yang dianutnya," papar Cholil. (knv/idn)