"Pihak yang menahan ini adalah dalam status penahanan di pengadilan. Harusnya dilakukan izin ke sana, tapi karena tidak dilakukan maka kami mengingatkan aturan yang harusnya berlaku," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2019).
Surat bernomor B/48/TUT.01.10/20-24/04/2019 tertanggal 5 April 2019 itu ditujukan kepada Kepala Rutan Klas I Surabaya. Isinya, KPK mengingatkan kalau Mustofa masih menjalani proses persidangan tingkat banding dan penahanan dilakukan berdasarkan penetapan majelis hakim tipikor tingkat banding.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam surat itu kemudian disebut kalau Mustofa keluar dari tahanan pada 21 Maret 2019 untuk menghadiri pemakaman anaknya.
Nah, keluarnya Mustofa dari Rutan untuk hadir di pemakaman anaknya itu ternyata tak mendapat izin dari majelis hakim tingkat banding. Pihak rutan juga disebut tidak pernah berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum.
"Praktik yang demikian tentu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atas dan berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dan stigma negatif terhadap rutan," tulis KPK dalam surat itu.
KPK pun berharap pihak rutan melakukan evaluasi. Kejadian itu diharap tak terulang lagi.
"Kami harap ini jadi perhatian kepala rutan agar memperhatikan aturan," ujar Febri.
Mustofa Kamal sebelumnya terlihat menghadiri pemakaman putra sulungnya, Jiansyah Kamal Pasya (20) pada 21 Maret 2019. Dia dikawal petugas Rutan saat hadir di rumah duka Dusun Tampung, Desa Tampungrejo, Puri, Mojokerto, sekitar pukul 04.00 WIB.
Mustofa sendiri divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Dia dinyatakan bersalah dalam suap perizinan menara telekomunikasi di mana dirinya merekomendasikan mengeluarkan izin tower dua perusahaan. (haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini