Lukisannya di kanvas lebih banyak mengenai ekspresi wajah. Salah seorang seniman menyebut gayanya lebih banyak tentang 'eksplorasi wajah'. Pria yang karib disapa Pak Man ini pun mengaku melukis merupakan medianya berekspresi.
"Ini bukan profesi hanya ekspresi. Saya ingin ada emosi orang sedih, tertawa, perasaan yang ada di diri saya tuangkan. Ini salah satu gambaran waktu saya sempet ngerasa ada waham, halusinasi saya merasa sebagai Tuhan, nabi," ujar Pak Man sambil menunjukkan salah satu lukisannya di Rumah Berdaya, Sesetan, Denpasar, Bali, Rabu (24/4/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pak Man bercerita, mulanya dia adalah bekerja di kontraktor bagian gudang. Tekanan kerja dan faktor lain membuatnya mulai merasa gelisah dan tertekan yang membuat amarahnya jadi tak terkendali.
"Saat itu tertekan, nggak biasa, rasanya kayak kerja harus perfect, karir tinggi, ekspektasi tinggi nggak kekejar karena angan terlalu tinggi. Saya berusaha sesempurna mungkin saat kerja, kalau ada kesalahan nyesel dan ngerasa nggak berguna sampai akhirnya lost, merasa jadi nabi, Tuhan, penyelamat dunia itu yang saya rasakan," kenangnya.
Pak Man mengatakan akumulasi dari beban pekerjaan itu membuatnya sempat mengamuk di kantor. Kala itu oleh keluarga dan koleganya, dia akhirnya dibawa ke RSUP Sanglah untuk berobat.
"Saya banting-banting barang dan mulai ngamuk akhirnya saya dirawat ke rumah sakit. Dibawa pulang kumat lagi dan akhirnya saya dibawa ke RSJ, baru di situ saya ngeh terhadap diri saya (butuh pengobatan)," kenangnya.
![]() |
Sebelum dibawa ke RSJ Bangli, Pak Man mengaku sempat mendapat waham sebagai nabi atau merasa diri Tuhan. Bahkan ada momen ketika dia melepas bajunya dan telanjang.
"Saya sakit itu di Denpasar, saya asli Buleleng. Pulang dari RSUP Sanglah saya dirawat di balian (dukun) di sana (Buleleng) proses saya makin lost dan telanjang akhirnya dibawa dan diamankan sama orang-orang ke RSJ. Setelah itu dirawat seminggu di RSJ Bangli," ucapnya.
Pak Man mengakui selama dirawat di RSJ Bangli dia sering marah-marah. Dia merasa tidak sakit hingga akhirnya dia bertemu dengan salah seorang dokter jiwa yang dirasanya cocok.
"Setelah itu saya ke RSUD Wangaya ketemu dokter Rai, diajak diskusi sharing pengalaman di rumahnya hingga akhirnya bentuk KSPI Simpul Bali. Akhirnya Rumah Berdaya dibentuk 2016 dan saya ditunjuk jadi koordinator sekaligus diangkat jadi pegawai kontrak untuk ngurusin (temen-temen), sekarang setiap hari saya di sini. Kerja sambil main," cetus kakek satu cucu ini.
Rumah Berdaya sendiri merupakan rumah rehabilitasi psikososial bagi orang dengan skizofrenia (ODS) atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Di sinilah Pak Man menyadari melukis merupakan salah satu bentuk menyalurkan ekspresinya.
"Dilihat sama seniman saya dibikinkan konsep Dulu cuma corat-coret. Saya kenal kanvas ya di Rumah Berdaya ini tadinya cuma di kertas," tuturnya.
Selain Pak Man, ada juga belasan warga lainnya yang berkegiatan di Rumah Berdaya. Mereka diajak untuk membuat dupa, tas, menyablon baju hingga kegiatan seperti jasa mencuci motor untuk umum. Setiap pagi warga ODS atau OFGJ ini dijemput pukul 08.00 Wita dan dipulangkan pukul 17.00 Wita. (ams/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini