"Upaya-upaya untuk mengawal perolehan suara caleg perempuan menjadi sangat krusial dalam rangka menjaga peluang keterpilihannya," ujar aktivis perempuan yang juga Penasehat Pemantauan Kemitraan, Wahidah Suaib saat diskusi di Media Center Bawaslu, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2019).
Wahidah menilai caleg perempuan hendaknya turut serta memantau perhitungan suara di daerah pemilihan masing-masing. Sehingga potensi kecurangan untuk caleg perempuan dapat dihindari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Wahidah mengajak caleg perempuan bekerjasama dengan lembaga pemantau pemilu untuk memperoleh rekapitulasi suara di dapil mereka. Selain itu, ia juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar transparan dalam perhitungan suara.
"Caleg perempuan dapat memanfaatkan jejaring dengan lembaga pemantau pemilu di daerahnya untuk memperoleh informasi proses rekap suara di dapil yang bersangkutan. Dan KPU memastikan transparansi proses rekapitulasi perhitungan suara di tiap tingkatan dengan membuka akses bagi peserta pemilu," kata dia.
Senada dengan Wahidah, aktivis perempuan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni, meminta Bawaslu agar mengawasi proses perhitungan suara terutama untuk caleg perempuan.
"Kami meminta agar Bawaslu tetap sigap dan awas dalam mengawasi pemilu legislatif terutama proses rekap di PPK (Panitia Pemilih Kecamatan) memang sangat rumit, melelahkan, dan pasti penuh dengan kompleksitas dan dinamikanya sendiri-sendiri, di situ ada suara caleg dan ada suara perempuan yang kami titipkan," imbuh Titi.
Oleh karena itu Titi meminta Bawaslu untuk memberikan ruang pengaduan khusus untuk caleg perempuan. Sehingga diharapkan akan mengurangi kecurangan rekapitulasi suara.
"Sebisa mungkin Bawaslu memberikan atensi dan kanal yang bisa memfasilitasi perempuan dalam hal ditemukan kecurangan ataupun pelanggaran," kata dia.
Dikatakan Titi, karakter perempuan tidak terlalu agresif dalam mengadukan kecuranagan. Sehingga kanal khusus untuk pengaduan caleg perempuan adalah hal fital untuk memproteksi caleg perempuan.
"Karena karakter dan politisi perempuan yang lebih istilahnya tidak agresiflah di dalam melaporkan apabila dia mengalami tindak kecurangan atau menjadi korban. Mungkin diberi ruang lebih, kanal khusus pelaporan bagi perempuan. Karena itu tadi, rasa aman, jaminam bahwa dia akan diproteksi itu akan menjadi penting," kata dia.
Pada diskusi itu turut hadir anggota Bawaslu RI Mochmmad Afifuddin, Ahli Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, serta Koalisi Perempuan Indonesia, Melda Imanuela. (nvl/nvl)











































