Rekonsiliasi terus disuarakan oleh ormas-ormas Islam usai pencoblosan, di antaranya Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) yang dibentuk belasan ormas Islam juga turut menyampaikan hal senada.
Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, meminta elite politik tak memobilisasi massa untuk menentang hasil Pemilu 2019. Daripada memobilisasi massa, ia menyarankan berbagai sengketa pemilu diselesaikan lewat jalur hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pemilu Usai, PBNU Akan Temui Muhammadiyah |
"Apa pun hasilnya, kita tetap harus berpegang pada semangat ukhuwah. Pemilu penting, tetapi yang lebih penting adalah persatuan kita sebagai satu bangsa," kata Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Habib Zen Bin Smith, dalam keterangan, Jumat (19/4). Habib Zen Bin Smith menegaskan Rabithah Alawiyah tidak terkait urusan politik praktis. Pandangan tersebut dikeluarkan sebagai bagian dari kecintaan terhadap negara. Rabithah menurutnya selalu peduli dengan kepentingan politik kebangsaan.
"Jangan lupa bahwa kemenangan yang didapat dengan kejujuran akan sangat berarti bagi kita semua," ujarnya.
Terkait pro dan kontra hasil quick count, Habib Zen meminta seluruh pihak menahan diri sampai hasil akhir dari KPU keluar. Dia mengajak umat tidak terlebih dulu menarik kesimpulan sebelum segala tahapan di KPU berakhir.
Habib Zen lantas mengajak umat untuk berdoa agar pemilu dapat memberikan manfaat terbaik untuk bangsa Indonesia. "Ingat bahwa kita telah mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk hajatan ini. Jangan lupa, setiap selesai salat kita mendoakan yang terbaik bagi keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Habib Zen.
Habib Zen lantas meminta kepada pihak yang kelak diputuskan KPU sebagai pemenang agar bisa merangkul yang kalah. Jangan justru yang menang mencerca yang kalah. Menurutnya yang kini terpenting bagi bangsa Indonesia adalah islah atau rekonsiliasi nasional. Dia juga meminta calon yang terpilih merangkul pihak yang selama ini berseberangan.
"Yang terpenting yang terpilih harus mampu memandang bahwa semua adalah bersaudara sebangsa setanah air. Apapun perbedaan tidak boleh menyebabkan ada yang terpinggirkan. Siapapun nanti yang ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang harus menunjukkan sikap kenegarawanan dengan merangkul semua pihak yang yang sekubu maupun berlawanan kubu dengannya," ucapnya.
Demikian juga untuk pihak yang kalah. Habib Zen meminta agar kekalahan disikapi dengan legawa. "Marilah kita saling bahu membahu demi kebaikan bangsa, negara, dan agama," ujarnya.
MUI juga menyampaikan hal senada. MUI mengimbau semua pihak pendukung capres-cawapres nomor urut 01 dan 02 menahan diri, tidak berlebihan mengekspresikan kegembiraan atau kekecewaan. Selain itu, semua juga diminta tetap tenang dan tidak emosional menyikapi hasil hitung cepat yang sudah banyak dirilis lembaga survei.
"MUI meminta dengan tulus kepada semua pihak agar dapat menahan diri dan tidak berlebihan dalam mengekspresikan kegembiraan atau kekecewaan dalam menyikapi hasil hitung cepat (quick count) dengan memberikan komentar yang mengarah kepada upaya mendelegitimasi lembaga negara yang sah, mengajak dan memprovokasi umat untuk melakukan tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, demokrasi dan nilai-nilai konstitusi yang kita junjung tinggi," ujar Wakil Ketua Umum MUI Pusat Zainut Tauhid Sa'adi.
![]() |
"MUI meminta kepada semua pihak untuk dapat menggunakan jalur hukum dalam menyelesaikan semua tindak pelanggaran Pemilu. Karena itulah jalan demokrasi yang kita pilih sebagai bangsa yang maju religius, modern dan beradab. Bukan jalan kekerasan dan pemaksaan kehendak yang justru dapat menimbulkan malapetaka, kemudaratan yang dapat mengancam keretakan dan perpecahan bangsa," sambungnya.
Zainut mengatakan, selama masa kampanye banyak masyarakat yang 'perang' di medsos karena beda pilihan. Bahkan ada pula yang sampai berkonflik di kehidupan nyata. Dia berharap semua itu diakhiri. Rakyat Indonesia harus kembali merajut persatuan.
Zainut juga menyingung soal 'cebong' dan 'kampret'. Istilah 'cebong' dikenal sebagai sebutan bagi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. Sementara itu, 'kampret' merupakan istilah bagi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dia berharap ini diakhiri.
"Mulai saat ini mari kita akhiri penyebutan "kampret" dan "cebong" dan kita kembali menjadi manusia yang mulia karena kita adalah saudara," ucapnya.
Sementara itu, Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo beromentar, dalam sebuah kompetisi pasti ada yang kalah dan menang. Bahkan, tidak menutup kemungkinan ada konflik. Namun dia mengingatkan bahwa itu sudah pasti diantisipasi oleh pemerintah. Penyelesaiannya tentu lewat jalur yang konstitusional.
"Dengan Undang-Undang Pemilu misalnya. Semuanya itu menjaga supaya konflik-konflik itu diselesaikan dengan cara berhikmat, dengan cara obyektif. Karena undang-undang itu justru menjaga obyektivitas. Nah kalo yang mau keluar dari undang-undang, itu bukan obyektifitas lagi kan," ucapnya saat diwawancarai wartawan usai misa Jumat Agung di Gereja Katedral Jakarta, Jl Sawah Besar, Jakarta Pusat, Jumat (19/4).
"Saya yakin pelan-pelan saya pikir rekonsiliasi itu akan terjadi. Saya kira, bangsa Indonesia itu seperti yang tadi saya katakan, mempunyai watak yang dikagumi oleh bangsa-bangsa lain. Yaitu setiap konflik dapat diselesaikan dengan baik. Membutuhkan waktu, tetapi saya merasa itukah watak dasar dari bangsa Indonesia," sambungnya.
Terkait adanya klaim-klaim kemenangan di Pilpres 2019 meski belum ada hasil resmi dari KPU, Ignatius meyakini masyarakat para tataran akar rumput tidak memikirkan hal tersebut. Dia yakin semua akan tenang menanti hasil final dari lembaga yang sah, yakni KPU.
Meski demikian, Ignatius berharap agar para pemimpin dan tokoh ikut menjaga suasana kondusif. Siapapun nanti yang diumumkan jadi pemenang di Pilpres 2019, semua pihak harus menerima dengan hati yang lapang.
"Nanti kalau KPU sudah mengumumkan siapa pemenangnya, ya musti diterima dengan hati yang lapang. Karena semuanya sudah melalui proses yang disetujui bersama. Jadi bukan dipaksakan, tetapi proses yang disetujui bersama dan pengawalannya dirumuskan di dalam undang-undang. Undang-undang kan tidak dibuat perseorangan, undang-undang kan disahkan oleh pemerintah dan DPR. Itu sudah disetujui. Jadi ikuti saja, karena undang-undang itu menjaga obyektivitas," ucapnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini