"AMP dan YLBHI LBH Bali ini menyatakan sikap hentikan Kriminalisasi terhadap Mahasiswa Papua secara masif. Hentikan segala bentuk kekerasan, intimidasi dan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua di Bali," kata Wakil Direktur YLBHI-LBH Bali Ni Putu Candra Dewi kepada wartawan di Denpasar, Bali, Senin (15/4/2019).
Candra juga mengecam tindakan perampasan, kekerasan dan intimidasi yang diduga dilakukan polisi terhadap mahasiswa Papua di Bali. Dia juga mendesak Kapolda Bali Irjen Reinhard Golose untuk memproses hukum anggotanya yang diduga melakukan kekerasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mendesak Kapolda Bali untuk memproses hukum (disiplin dan pidana) anggota polisi atas yang melakukan tindakan kekerasan terhadap 7 orang peserta masa aksi. Mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberikan jaminan perlindungan kebebasan berekpresi, berpendapat, berserikat dan berkumpul yang merupakan Hak Asasi Manusia kepada setiap orang tanpa terkecuali," tegas Candra.
Candra menyebut aksi damai kampanye golput itu sudah berizin. AMP sudah mengirimkan surat pemberitahuan aksi ke Polsek Denpasar Timur tertanggal 11 April 2019.
Candra mengatakan aksi damai itu dilakukan 29 orang dengan melakukan long march dari Lapangan Parkir Timur Renon ke Bundaran Renon. Versi para mahasiswa, mereka sudah dihadang sebelum tiba di Bundaran Renon.
"Namun sebelum massa aksi sampai di Bundaran Renon, massa aksi dihadang oleh aparat Kepolisian dengan Truk Dalmas maupun senjata yang berjarak 15 meter dengan massa aksi. Sebelum AMP dapat menyampaikan aspirasinya, justru aparat kepolisian melarang adanya aksi damai tersebut," tuturnya.
"Bahkan 7 orang massa aksi AMP dipukul dan diseret ke mobil truk Dalmas angkutan yang telah disediakan oleh kepolisian dengan alasan 'Hari Tenang', serta peralatan aksi telah dirusak seperti poster, spanduk, TOA satu dirampas, bendera AMP satu buah dirampas," imbuh Candra.
Candra menyebut beberapa peserta aksi didampingi YLBHI-LBH Bali saat diperiksa penyidik.
Sementara kepolisian menyatakan aksi itu dibubarkan karena dinilai bertentangan dengan ajakan pemilu damai dan sejuk di Pemilu 2019. Spanduk yang digunakan para pendemo juga dinilai provokatif, apalagi saat ini adalah masa hari tenang sebelum pemilu berlangsung.
"Yang paling provokatif menolak Pilpres 2019. Padahal kita gaungkan ke seluruh Indonesia gerakan antigolput, dan sebagainya. Jadi kalau mereka terbalik sama dengan tidak mendukung kebijakan pemerintah. Mestinya mereka sadar dan ikut mendukung karena mereka di Bali, Bali itu bagian NKRI. Karena dari dulu saya ikuti Papua bukan bagian dari Indonesia nggak boleh itu, menurut saya pribadi itu kurang pas," kata Kabag Ops Polresta Denpasar Kompol I Nyoman Gatra ketika dimintai konfirmasi, Senin (15/4). (ams/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini