"Ini berbahaya, oleh karenanya dari pihak Komisi Perlindungan Anak Kalimantan Barat akan konsultasi dengan Direktorat Krimsus Polda Kalbar terkait masalah akun yang menyebarkan narasi yang tidak sesuai fakta sebenarnya," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (11/4/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Logika berpikir kita harus cermat dan dalam. Kalau semua di media sosial kita percaya, ya semua masyrakat jadi miskomunikasi , mis-interpretasi," ucapnya.
Video: Soal Kasus Audrey, Ruben Onsu: Pendidikan dari Ortu Penting
Dedi menyatakan informasi yang tepa terkait ini harus berdasar hasil visum sebagai bukti pemeriksaan medis yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Saat ini, lanjut Dedi, proses penyidikan sedang berlangsung.
"Yang paling tidak bisa digugat kan visum. Visum yang diberikan ahli sesuai kompetensinya. Kalau keterangan bisa berubah-ubah. Kalau visum itu bukti autentik yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah," tutur Dedi.
"Proses penyidikan yang dilakukan penyidik Polresta Pontianak profesional. Semua berdasarkan fakta hukum. Yang jelas berkas perkara sedang dituntaskan hari ini. Polisi menyidik tanpa tekanan, sesuai timing yang sudah mereka tetapkan," imbuh Dedi.
Kasus dugaan kekerasan terhadap A ini menjadi sorotan hingga mengundang reaksi luas dan memunculkan petisi Justice For Audrey. Tagar JusticeForAudrey di Twitter juga sempat menduduki posisi nomor 1 di Indonesi dan dunia pada Selasa (9/4).
Terkait kasus ini, Polresta Pontianak juga sudah melakukan visum terhadap korban. Ada tiga orang tersangka pelaku kekerasan yang sudah ditetapkan polisi, yakni Ar, Ec alias NNA, dan Ll.
"Tetapi fakta yang ada itu menjambak rambut, mendorong sampai terjatuh, memiting, dan melempar sandal. Itu ada dilakukan dan tidak ada tindakan melukai alat kelamin," kata Kapolresta Pontianak Kombes Anwar Nasir, Rabu (10/4).
(aud/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini