Hal tersebut dilakukan untuk merespon kondisi cuaca ekstrem hujan disertai petir yang melanda sejumlah daerah beberapa waktu belakangan ini. Akibat kondisi ini mengakibatkan terganggunya operasional sejumlah moda transportasi termasuk kereta Commuterline Jabodetabek yang beberapa kali mengalami gangguan persinyalan dan sistem kelistrikan sehingga berhenti beroperasi.
Kondisi tersebut berdampak langsung pada masyarakat pengguna Commuterline Jabodetabek yang harus menggunakan moda transportasi lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan tersebut Menhub menilai kondisi prasarana perkeretaapian di Jabodetabek sudah cukup lama dan diperlukan pembaruan. Kondisi tersebut mendukung terjadinya gangguan operasional kereta dengan intensitas yang cukup sering.
"Beberapa hal yang kita dapat simpulkan bahwa peralatan (prasarana perkeretaapian) yang ada di Jabodetabek ini pada usia yang memang sedikit lanjut dan terdapat beberapa kejadian ekstrem baik itu cuaca, hujan maupun petir. Tim task force ini menyelesaikan hal-hal yang katakan berkaitan dengan rel, dan lain sebagainya pada titik-titik yang sudah diindikasikan bermasalah," ucap Menhub.
Menhub menargetkan rencana jangka pendek ini harus dapat diselesaikan dalam waktu dekat. Terkait prasarana yang sudah termakan usia, Menhub memerintahkan pihaknya untuk berkoordinasi dengan PT KAI merencanakan investasi yang diperlukan pembaharuan prasarana seperti rel dan listrik aliran atas (LAA).
"Perbaikannya jangka pendek, 2 minggu sampai 1 bulan hal-hal itu selesai tapi ada lagi yang jangka menengah yang 6 bulan atau 1 tahun karena hal ini berkaitan dengan anggaran. Kita akan koordinasikan berapa anggaran dan apa saja yang mesti diinvestasikan," ujarnya.
Menhub berharap dengan adanya tim task force ini, jika ada kejadian terhambatnya operasional kereta commuterline Jabodetabek akibat cuaca ekstrem, dapat lebih diantisipasi sehingga tidak sampai mengganggu aktivitas masyarakat.
Saksikan juga video 'Wawancara Eksklusif Dirut KAI: Menghidupkan Rel Mati':
(ega/mpr)