Berbeda dengan Brunei Darussalam, hukuman bagi LGBT di Aceh diatur dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah yang berlaku sejak 2015. Untuk perilaku gay dan lesbian, dijelaskan dalam pasal berbeda yaitu pasal 63 dan 64.
Dalam aturan itu terdapat tiga hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pasangan LGBT. Hukuman yang dikenakan mulai cambuk 100 kali, bayar denda emas 1000 gram atau penjara 100 bulan.
Isi lengkap pasal 63 tentang liwat (gay) yaitu:
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Liwath diancam dengan 'Uqubat Ta'zir paling banyak 100
(seratus) kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.
(2) Setiap Orang yang mengulangi perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan 'Uqubat Ta'zir
cambuk 100 (seratus) kali dan dapat ditambah dengan denda paling banyak 120 (seratus dua puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 12 (dua belas) bulan.
(3) Setiap Orang yang melakukan Liwath dengan anak, selain diancam dengan 'Uqubat Ta'zir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah dengan cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Teungku Faisal Ali, mengatakan, ulama Aceh hingga kini belum mengeluarkan fatwa terhadap LGBT karena hukuman terhadap mereka sudah jelas. MPU Aceh menilai, fatwa baru diperlukan jika Tanah Rencong membuat regulasi baru untuk menghukum LGBT.
"LGBT itu sesuatu yang sudah pasti hukumnya dalam agama, sudah jelas hukumnya tidak perlu lagi kita fatwa memang LGBT itu tidak boleh dan hukumnya memang dirajam," kata Faisal saat dihubungi wartawan, Kamis (4/4/2019).
"Apa yang dilakukan Brunei sesuatu yang baik yang perlu didukung oleh semua pihak," jelas Faisal.
Menurutnya, hukuman untuk LGBT di Aceh hingga kini masih sebatas cambuk. Hukuman itu sudah disepakati dan akan terus dijalankan.
"Kita sudah sepakati dulu perilaku seperti itu dicambuk. Itu dulu yang dijalankan. Tapi tidak menutup kemungkian qanun itu bisa berubah. Tapi untuk sekarang yang kita sepakati dulu sebatas cambuk," ungkap Teungku Faisal.
(agse/asp)