Kecurangan Pemilu Bukan oleh KPU dan Pemerintah, tapi...

Blak-blakan Mahfud MD

Kecurangan Pemilu Bukan oleh KPU dan Pemerintah, tapi...

Sudrajat - detikNews
Senin, 01 Apr 2019 10:18 WIB
Kecurangan Pemilu Bukan oleh KPU dan Pemerintah, tapi...
Prof Mahfud Md (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Mahfud Md menyebut berbagai kritik dari kelompok-kelompok maupun tokoh masyarakat terhadap KPU merupakan hal yang wajar. Namun dia mengingatkan agar hal itu tidak mengarah pada pendelegitimasian lembaga tersebut. Sebab, KPU ataupun pemerintah di era reformasi sekarang ini sudah sulit berbuat curang seperti pernah terjadi di masa Orde Baru.

"Kalau sekarang ini enggak ada pemerintah campur tangan. Coba di mana indikasinya pemerintah ikut campur tangan?," kata Mahfud dalam acara Blak-blakan yang tayang di detikcom hari ini.


Ia juga menilai kinerja KPU secara umum sudah bersih. Karena itu, bila kemudian ada kecurigaan atau kekhawatiran bahwa KPU akan berbuat curang dengan melakukan rekayasa lewat sistem teknologi informasi dengan penyedotan suara, misalnya, itu mustahil. Sebab, penghitungan suara oleh KPU itu dilakukan secara manual. "Setiap angka ditandatangani bersama oleh para saksi dari parpol. Jadi nggak mungkin KPU bermain di situ," ujar Mahfud menegaskan.

Dari pengalamannya selama memimpin MK, ia melanjutkan, kecurangan dalam pemilu itu banyak, terjadi tapi bersifat silang, horizontal oleh para parpol itu sendiri sebagai peserta. Sejumlah partai melakukan kecurangan, tapi di tempat-tempat berbeda. Kalau dulu zaman Orba yang curang itu pemerintah. Beberapa bulan sebelum pemilu sudah dibagi-bagi perolehan suaranya, Golkar dapat berapa, PPP dan PDI berapa.

KPU sekarang itu dibentuk oleh DPR yang di dalamnya ada lawannya pemerintah (oposisi). Dalam pengalaman saya sebagai hakim (MK), yang curang itu sama. Misalnya Golkar curang di Kudus, Demokrat di Bekasi, PDIP di Menado. Tapi itu tidak signifikan juga.

Karena itu, ada peraturan di MK kalau sebuah kecurangan akan dibatalkan bila selisih perolehan suara signifikan. "Kalau tidak, ya, tidak ada gunanya. Tapi pelakunya tetap dihukum secara pidana, bukan membatalkan hasil pemilu," ujarnya. Mahfud juga merujuk pada Pilpres 2014, ketika Prabowo mendapatkan nol suara di suatu daerah di Papua. Dia menyebut hal semacam itu pasti ada kecurangan. Hanya, kubu Prabowo pun memberikan angka nol untuk Jokowi di Bangkalan, Madura. Tapi, ketika diperiksa di pengadilan, yang curang bukan tim resmi tiap capres, melainkan pelaku tingkat bawah di lapangan.


Untuk mengimbangi berbagai tekanan kepada KPU, Mahfud berjanji dalam waktu dekat akan mendatangi KPU untuk memberikan dukungan moral. Selain itu, dia akan menyampaikan resep-resep untuk menangkal tekanan dari berbagai pihak. "Tapi ya KPU juga harus terus bekerja dengan cermat dan ekstra-hati-hati," ujarnya. (jat/jat)




Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads