Kasus bermula saat Dinas Kesehatan Kota Pontianak mengalokasikan pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB dari APBN 2012. DIPA Tahun Anggaran 2012 itu mencapai 34,9 miliar.
Untuk melaksanakan pengadaan barang itu, Dinas Kesehatan setempat membentuk tim. Kadis Kesehatan meminta tiga perusahaan mengirimkan brosur alat kesehatan disertai harga-harganya. Kadis menyuruh sekretarisnya membuat harga perkiraan sendiri (HPS).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 23 Mei 2012, dibuatlah MoU jual beli antara Dinas dengan PT Bina Karya Bersama. Item yang dibeli sebanyak 287 dengan total anggaran Rp 34,9 miliar. Untuk memuluskan patgulipat tersebut, terjadi lobi-lobi juga dengan Komisi IX DPR dan Pemkot Pontianak.
"Perbuatan Suhadi mengendalikan peserta pengadaan dalam satu kendali atau melakukan persekongkolan untuk mengarahkan pemenang lelang pada pekerjaan pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB bertentangan dengan peraturan. Akibat perbuatan terdakwa, mengakubatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 13,4 miliar," dakwa jaksa.
Pada 5 Juli 2018, Pengadilan Tipikor Pontianak menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara. Hukuman itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak. Jaksa tidak terima dan mengajukan kasasi.
"Kabul," demikian lansir panitera MA di websitenya, Selasa (26/3/2019).
Duduk sebagai ketua majelis Suhadi, dengan anggota Prof Abdul Latief dan Prod Krisna Harahap. Ketiganya sepakat memperberat hukuman dan melipatgandakan menjadi:
1. Pidana pokok selama 8 tahun penjara.
2. Pidana denda Rp 200 juta.
3. Bila tidak membayar denda diganti 6 bulan kurungan.
4. Kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 9.163.281.250.
5. Dicabut haknya untuk mengikuti dan menjadi peserta lelang pengadaan barang/jasa Pemerintah selama 5 tahun setelah selesai menjalani putusan.
Simak Juga "Sambangi KPK, Mahfud Md Ingin Ajak Milenial Berantas Korupsi":
(asp/rvk)