Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1965. Ma'ruf Amin yang ketika itu berusia 22 tahun mendapatkan tawaran menjadi polisi.
"Saya pernah diberi tawaran untuk jadi polisi. Itu sekitar tahun 65 itu. Dan saya dipanggil untuk jadi polisi," kata Ma'ruf di Samarinda, Kalimantan Timur seperti disampaikan lewat keterangan tertulis, Jumat (22/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, akhirnya panggilan itu ditolak. Alasannya, nenek yang mengasuh Ma'ruf muda sejak ibundanya meninggal, melarangnya. Sang nenek kukuh cucunya mengikuti jalur karir keluarga untuk menjadi ulama dan kiai.
"Tapi nenek saya bilang kamu jangan jadi polisi, jadi kiai aja. Jadi saya jalurnya jalur kiai, ulama," kenang Ma'ruf.
Ia mengungkapkan keluarganya adalah keluarga ulama. Ayahnya, yang juga seorang kiai, sudah mengirim Ma'ruf untuk mondok di pesantren.
"Ayah saya kiai, keluarga kakek saya kiai, jadi memang saya menjadi keluarga kiai," paparnya.
Baca juga: Ma'ruf vs Sandiaga Soal 'Serangan' Umur |
Sang Ayah menginginkan anaknya belajar di pesantren tradisional di Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Akhirnya, di situlah Ma'ruf Amin mondok.
"Jadi yang boleh itu di Tebu Ireng, makanya saya mondoknya di Tebu Ireng," ucapnya. (dkp/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini