Pasal yang melarang adalah Pasal 449 ayat 2 UU Pemilu, yang berbunyi:
Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada Masa Tenang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
Padahal, materi muatan pasal di atas sudah dihapuskan oleh MK pada 2009 dan 2014.
"Haruslah diingat bahwa sejak awal sudah diketahui oleh umum (notoir feiten) bahwa quick count bukanlah hasil resmi sehingga tidak dapat disikapi sebagai hasil resmi, namun masyarakat berhak mengetahui," demikian bunyi putusan MK yang dikutip detikcom, Minggu (17/3/2019).
Putusan itu diketuk secara bulat oleh Hamdan Zoelva, Arief Hidayat, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Patrialis Akbar, Wahiduddin Adams, dan Aswanto pada 3 April 2014.
"Bahkan banyak warga masyarakat yang menunggu hasil quick count tersebut begitu pemungutan suara selesai dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa hasil yang resmi dan berlaku adalah hasil yang akan diumumkan kemudian oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai dengan jadwal resmi yang ditentukan," ujarnya.
Baca juga: Pemilih Jangan Tertipu dalam Pemilu 2014 |
Oleh sebab itu, baik pengumuman hasil survei pada masa tenang menjelang pemilu maupun pengumuman hasil quick count begitu selesai pemungutan suara adalah sesuai dengan hak konstitusional bahkan sejalan dengan ketentuan Pasal 28F UUD 1945.
"Mahkamah perlu menegaskan bahwa objektivitas lembaga yang melakukan survei dan penghitungan cepat (quick count) haruslah independen dan tidak dimaksudkan untuk menguntungkan atau memihak salah satu peserta pemilu sehingga lembaga survei yang mengumumkan hasil survei dan penghitungan cepat (quick count) harus tetap bertanggung jawab, baik secara ilmiah maupun secara hukum," cetus MK. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini