"Nah terus karena buru-buru, dibangun secara buru-buru, akhirnya nggak menghitung banyak hal. Atau jangan-jangan memang banjir itu diakibatkan oleh pembangunan tol tanpa survei yang mendalam, dikebut gitu," ujar Fahri di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Baca juga: Berkah Warga di Tengah Banjir Tol dan Sawah |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin Mahathir ketemu Duterte. Mahathir kan membatalkan proyek-proyek China yang di Johor itu. Dan dia ngingetin Duterte, hati-hati dengan utang China. Yang diperingatkan itu apa? Karena modusnya China itu ngasih utang murah, nanti propertinya diambil gitu. Padahal properti-properti itu properti strategis. Kereta api cepat Jakarta-Bandung, itu yang taruh uang China, padahal tanahnya itu tanah negara," kata Fahri.
Menurut Fahri, jika negara tidak mampu membayar utang, properti itu akan diambil alih oleh si pemberi utang. Ia pun mengingatkan agar membangun fasilitas publik yang benar-benar untuk publik dan tidak bisa diambil alih.
"Kalau mekanismenya melalui BUMN itu bisa diambil alih. Tapi itu jatuhnya utang kepada korporasi gitu. Kalau utang pada korporasi, korporasinya nggak bisa bayar, dia ambil alih swasta. Sementara kalau kita nggak punya APBN untuk ambil alih, akhirnya terpaksa swasta-swasta milik asing. Nah, itu kan repot," tuturnya.
Fahri mengingatkan negara mempunyai kewaspadaan tinggi untuk membangun berdasarkan prioritas publik. Fasilitas itu, menurutnya, merupakan kepentingan untuk masyarakat umum.
"Fasilitas yang merupakan kepentingan umum itu ya fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, ya kan, dan lain-lain, yang kita sudah punya basis dan sumber dayanya di dalam negeri. Tidak sampai membuat kita itu jadi berutang," pungkasnya. (azr/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini