Gus Mus: Bagaimana Mau Berdemokrasi Kalau Berbeda Saja Tak Bisa 

Blak-blakan

Gus Mus: Bagaimana Mau Berdemokrasi Kalau Berbeda Saja Tak Bisa 

Erwin Dariyanto - detikNews
Kamis, 07 Mar 2019 07:45 WIB
KH Mustofa Bisri (Gus Mus) Foto: Muchus Budi R/detikcom
Jakarta -

KH Mustofa Bisri merasa tak perlu larut dalam hiruk pikuk politik seperti saat menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden sekarang ini. Baik dalam ceramah maupun di media sosial kiai yang akrab disapa Gus Mus itu jarang sekali menyinggung soal politik.

Sebab dia menilai pemilu merupakan hajatan rutin lima tahunan yang sudah sejak lama dilakukan di Indonesia. Mulai dari era demokrasi terpimpin di masa Sukarno, orde baru zaman Soeharto dan reformasi sekarang ini.

Sayangnya meski sudah melewati tiga masa dengan beberapa kali pemilu, Indonesia dinilai belum siap berdemokrasi. Salah satu indikasinya adalah seringnya terjadi gesekan di masyarakat hanya lantaran berbeda pilihan. Misalnya perbedaan pilihan di Pilpres 2019 yang kemudian memunculkan istilah cebong dan kampret. Di media sosial, dua kelompok ini seringkali terlibat saling sindir bahkan saling caci maki.

"Bagaimana mau berdemokrasi kalau kita berbeda aja ndak bisa, akhirnya demokrasi jadi anarki," kata Gus Mus saat Blak blakan dengan detikcom yang tayang, Rabu, 6 Maret 2019.

Gus Mus menilai penyebab pertama ketidaksiapan Indonesia dalam berdemokrasi adalah riwayat bangsa ini yang selama 350 tahun dijajah Belanda. Bebas dari penjajahan Belanda, Indonesia sebenarnya sudah masuk sistem demokrasi, sayangnya kemudian mengarah ke Demokrasi Terpimpin. Setelah Orde Lama tumbang, Indonesia masuk di bawah Orde Baru dan sistem demokrasi mandek karena semua sudah ditentukan oleh Presiden Soeharto.

Runtuhnya Orde Baru membawa angin perubahan di Indonesia. Sayang kemudian elite negeri ini menganggap demokrasi di Indonesia sama dengan Amerika Serikat. Padahal di sana selain faktor budaya dan pendidikan yang lebih baik membuat mereka lebih siap berdemokrasi.

Penyebab kedua adalah besarnya angka presidential treshold atau ambang batas pengajuan calon presiden yang memaksa akhirnya hanya ada dua kandidat bersaing di Pilpres 2019. Ditambah lagi dua kandidat itu adalah calon yang sama dengan lima tahun lalu.

Pilpres dengan dua kandidat ini mirip dengan Pemilu di AS yang baru lewat. "Kita belum bisa seperti AS. Di AS saja geger terus apalagi kita yang baru timik timik (perlahan-lahan) mau berdemokrasi," kata Gus Mus.

Lalu bagaimana solusinya?

Gus Mus menjelaskan kunci agar tak terjadi perselisihan akibat perbedaan pilihan politik adalah tidak berlebih-lebihan. Sikap berlebih-lebihan ini kadang menyebabkan hilangnya akal sehat. Sehingga agama, ayat suci dan bahkan nama Tuhan dibawa-bawa ke politik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Tonton uga video Menurut Gus Mus, Ini Pemicu Pemilu 2019 Terasa Keras dan Panas:

[Gambas:Video 20detik]

(erd/jat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads