"Ada daerah-daerah yang perlu diwaspadai karena ada yang memang musim kemaraunya lebih awal dari kondisi normalnya, dan bahkan kemungkinan lebih kering dari kondisi awalnya, seperti NTT, NTB, Jawa Timur, ini merupakan daerah yang kemungkinan musim kemaraunya lebih awal dan lebih kering," kata Deputi Meteorologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo.
Hal tersebut disampaikan Mulyono dalam konferensi pers 'Prakiraan Musim Kemarau 2019 dan Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di Sejumlah Wilayah Indonesia' di kantor BMKG, Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 79 ZOM (23,1%) akan mengawali musim kemarau pada bulan April 2019 yaitu di sebagian wilayah Nusa Tenggara, Bali, dan Jawa," kata Herizal.
"Wilayah-wilayah yang memasuki musim kemarau pada bulan Mei sebanyak 99 ZOM (28,9%) meliputi sebagian Bali, Jawa, Sumatera, dan sebagian Sulawesi. Sementara itu, 96 ZOM (28,1%) di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua akan masuk awal musim kemaraunya di bulan Juni 2019," jelasnya.
Secara umum, puncak musim kemarau 2019 diprediksi akan terjadi pada Agustus-September 2019. BMKG pun mengimbau masyarakat dan pemda yang daerahnya rawan kekeringan hingga potensi kebakaran lahan dan hutan untuk mempersiapkan terkait kemarau ini.
"Imbauan disampaikan kepada institusi terkait, Pemda dan seluruh masyarakat untuk waspada dan bersiap terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama wilayah yang rentan terhadap bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan, dan lahan, dan ketersediaan air bersih," ucap Herizal. (rna/hri)