"Kembali Prabowo merendahkan kemampuan intelijen kita dalam mendeteksi aksi terorisme," kata juru bicara TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Senin (04032019).
Ace pun menilai Prabowo tak memiliki simpati kepada aparat, termasuk intelijen. Padahal banyak dari aparat yang juga pernah jadi korban dari kekejian aksi terorisme.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika semua elemen bangsa mengutuk aksi terorisme justru Prabowo menuduh dan merendahkan intelijen sebagai dalang. Jelas ini tidak bisa dibenarkan," sambungnya.
Ace lalu membanggakan soal tegasnya pemerintahan Jokowi kepada para pelaku teror. Ia menyebut Jokowi juga unggul dalam pendekatan deradikalisasi.
"Presiden Jokowi dalam 4 tahun ini bersikap tegas terhadap aksi terorisme. Memburu dan menumpas sampai akar-akarnya. Selain pendekatan penegakan hukum yang keras, pak Jokowi juga menggunakan pendekatan soft melalui pendekatan keagamaan, ideologi dan sosial ekonomi. Termasuk program deradikalisasi oleh BNPT," ucap Ace.
"Ancaman terorisme di Indonesia adalah nyata dan seringkali berlindung di balik kebebasan dan demokrasi. Rakyat perlu bertanya sejauh mana komitmen Prabowo terhadap upaya melawan radikalisme dan terorisme," sambung politikus Golkar itu.
Ace meminta kepada Prabowo untuk tidak merendahkan profesionalitas intelijen Indonesia dalam menjalankan tugas-tugasnya melakukan deteksi dini dalam tindakan terorisme. Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini meyakini intelijen tak akan mempertaruhkan tanggung jawabnya hanya untuk politik.
"Terlalu mahal pertaruhannya jika terorisme itu dipergunakan sebagai alat politik, apalagi jika gerakannya menggunakan sentimen agama. Apalagi kita sudah memiliki UU Intelijen Negara yang mengatur tentang kinerja intelijen yang diawasi oleh otoritas politik di Komisi I DPR RI yang bertugas untuk itu," sebut Ace.
Sebelumnya diberitakan, Prabowo menyebut otak-otak jahat banyak yang berkumpul di dunia intelijen. Prabowo lalu menjelaskan pernyataannya itu dengan mengambil contoh kasus teror. Pelaku kasus teror bisa dicap dari kelompok tertentu padahal hal itu belum bisa dipastikan.
"Karena di dunia ini banyak otak-otak kejam, otak-otak jahat banyak yang berkumpul di dunia intelijen. Jadi umpamanya, ada aksi teror, ledakan, ledakan bom. Langsung sudah dicap yang melalukan adalah umat Islam. Padahal belum tentu, bisa umat Islam, bisa juga bukan umat Islam," urai Prabowo.
Menurut Prabowo, ada yang menggunakan strategi untuk memecah belah suatu kesatuan. Dia mengambil contoh soal bom. "Untuk mengadu domba, kadang di suatu negara ada Islam Sunni, Islam Syiah. Nanti ada pihak ketiga, dia bom Masjid Sunni dan bom Masjid Syiah. Itu klasik, namanya pelajaran itu adalah divide et impera, divide and rule, pecah belah," sambungnya.
Polri Pastikan Tak Pernah Bawa Agama dalam Penanganan Teroris
Polri sudah angkat bicara terkait pernyataan Prabowo itu. Polri menegaskan tak pernah menyebut-nyebut agama dalam penanganan berbagai kasus terorisme. Terorisme dan agama disebut tak ada kaitannya.
"Sudah sering disampaikan dalam berbagai case. Dan Polri tidak pernah menyebut-nyebut agama. Karena terorisme tidak ada kaitannya dengan agama," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada detikcom, Minggu (3/3).
Dedi menegaskan kasus terorisme yang ditangani Polri itu terkait dengan ideologi yang dikembangkan oleh kelompok tertntu secara radikal. Dia juga menyatakan Polri selalu menangani kasus secara profesional dan berdasarkan pada fakta hukum.
"Terkait ideologi yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok tertentu secara radikal. Polri selalu menangani case berdasarkan fakta-fakta hukum. Karena tindakan penyidik adalah pro-justitia," ujar Dedi.
Simak Juga 'Prabowo Sebut Uang WNI Rp 11 Ribu Triliun Berada di Luar Negeri':
(elz/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini