Eha mengatakan sama sekali tak punya tim pemenangan. Sehabis berjualan kopi, ia menyempatkan diri berkampanye ke rumah-rumah. Modalnya, buku catatan untuk menulis aspirasi pendukungnya, ditambah stiker dan kartu nama yang diberi partai.
"Kampanye door to door, datang ke kampung, saya kenalin saya caleg," kata Eha saat berbincang dengan detikcom di Cilegon, Banten, Jumat (1/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini di catatan saya ada 300 orang, mulai dari kampung Ketileng, Pekuncen, Ciwaduk, sampai Curug," katanya sambil memperlihatkan catatan ke detikcom.
Eha mencatat permintaan pendukung jika terpilih. Kalau ia gagal, catatan itu akan tetap ia sampaikan ke rekan-rekan caleg yang terpilih dari PPP.
"Kalau saya nggak jadi, ada teman saya. Ini ada usulan dari warga. Umpamanya dipilih, kebutuhan apa dari masyarakat nanti akan saya sampaikan," katanya.
Memang, menurutnya, kadang ia ditolak saat berkampanye ke rumah-rumah. Atau saat ingin memasang stiker dan mengenalkan diri sebagai caleg. Kebanyakan warga meminta uang saat ia mengaku sebagai caleg.
"Kalau terpilih, saya pengen kerja yang baik, jujur, amanah," kata Eha, yang mengaku pernah nyantri di Pondok Pesantren Assidiqiyah, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. (bri/asp)