"BPJS itu juga harus melihat efektivitas, termasuk obat. Obat itu juga harus efektif. Kita nggak main beli, ngasih begitu aja. Sekarang itu selalu dinilai, Pak, oleh kami ada yang namanya HTA (Health Technology Assesment) yang menilai. Betul nggak obat ini diperlukan. Atau ada juga penggantinya yang sama efektifnya. Tapi harga lebih murah," kata Nila di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (25/2/2019).
Nila mengatakan pemerintah tetap memberikan solusi terkait dua obat yang menjadi polemik di masyarakat tersebut. Dia menegaskan, pemberian obat tersebut tetap dikaji para ahli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, pihak BPJS Kesehatan menyiapkan alternatif obat kanker pengganti Bevacizumab dan Cetuximab yang bisa digunakan pasien dan dianggap lebih efektif.
"Tentu ada beberapa. Jadi bukan berarti dengan berlakunya ketentuan baru atas obat ini menjadikan pasien JKN tidak mendapatkan obat lain," Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Muhammad Arif, Kamis (21/2).
Dalam Formularium Nasional (Fornas), obat pengganti tersebut antara lain irinotekan, kapesitabin, dan oksaliplatin. Obat tersebut berupa injeksi yang diberikan kepada pasien sesuai dosisnya.
"Substitusinya ada karena di Fornas itu dia harus bisa melakukan pelayanan kepada penyakit tertentu dan tidak menghilangkan. Selalu ada penggantinya," katanya. (fdu/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini