"Ya ini juga bagian yang menurut saya penting untuk dikritisi. Kalau begini caranya, ya saya khawatir, dan kalau itu dibiarkan itu akan menghadirkan sesuatu yg tidak lagi demokratis. Seolah-olah pemilu sudah selesai, kawasan siapa milih siapa, yang lain nggak boleh masuk. Kalau begitu caranya sih nggak perlu ada KPU, nggak perlu ada Rp 20 triliunan digelontorkan pemerintah," ujar Hidayat di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan namanya, selama Pak Sandiaga Uno memenuhi syarat dan atau perizinan yang diperlukan, harusnya justru seperti yang diberlakukan di tempat lain, mereka datang kemudian dihormati. Bahwa pilihannya berbeda ya nggak masalah. Tapi saling menghormati, ini yang sesungguhnya sangat dipentingkan. Karenanya seharusnya dari pihak TKN harusnya menegur. Jangan sampai kemudian terjadi pembelahan semacam ini. Coba kalau ini kemudian balas membalas, jadi apa Indonesia?" ujar Hidayat.
Hidayat pun menegaskan pihak BPN tidak akan melakukan penolakan kepada pihak lawan. Menurutnya, siapapun yang datang untuk berkampanye di suatu daerah harus dihormati meskipun berbeda pilihan.
"Saya menegaskan bahwa dari pihak BPN, dari pihak Pak Prabowo, tidak akan pernah melakukan hal yang semacam itu. Akan tetap dihormati siapapun yang akan berkampanye. Pilihan boleh berbeda, tapi nggak perlu kemudian saling menolak dan melarang tidak boleh masuk," ucap Hidayat.
"Karena kalau begini caranya sekali lagi seolah-olah pemilu sudah selesai, kan padahal pemilu belum apa-apa. Ini kan namanya kampanye. Bahkan kalau beliau datang ke daerah yang sudah, atau di komunitas yang mendukung Pak Prabowo misalnya, kan masih saja ada pihak-pihak yang mungkin mendukung Pak Jokowi juga," imbuhnya.
Menurut Hidayat, kampanye seharusnya menghadirkan optimisme dan penyimpangan-penyimpangan di lapangan harus segera diselesaikan. Ia pun menyinggung kasus kepala daerah di Jawa Tengah, para camat di Makassar, serta bupati di Lampung yang deklarasi mendukung Jokowi.
"Menurut saya itu harus segera diselesaikan secara terbuka supaya memberikan optimisme pada publik supaya pemilu yang katanya luberjurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) itu masih bisa berlaku. Karena publik tahu ada seorang lurah di Jawa Timur hanya karena mendukung Pak Sandi kemudian langsung dijatuhi hukuman tanpa penangguhan dan itu semua orang tahu. Jadi kalau kemudian peristiwa-peristiwa semacam ini tidak diselesaikan secara cepat berbasiskan pada aturan hukum, saya khawatir akan menjadi masalah tentang optimisme hadirnya pemilu yang luber jurdil," tuturnya.
Politikus PKS ini pun mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang meminta agar setiap ASN menunjukkan netralitas dalam pemilu.
"Karenanya saya sangat mengapresiasi dan sangat mendukung pernyataan daripada Sri Sultan Hamengkubuwono X. Gubernur DIY secara terbuka menyampaikan agar, salah satu di antaranya adalah betul-betul ASN dan juga polisi dan juga TNI, aparat desa, betul-betul netral supaya kemudian menghadirkan pemilu yang betul-betul luber dan jurdil," ungkap Hidayat.
Sebelumnya, Sandiaga batal berkunjung ke Banjar Dinas Pagi, Desa Senganan, Panebel, Tabanan, Bali. Hal itu terjadi lantaran Sandiaga mendapat penolakan dari warga sekitar.
Penolakan Sandiaga di kandang Banteng itu diketahui melalui surat pernyataan warga Desa Pakraman Pagi. Warga menyatakan sudah sepakat menolak kedatangan Sandiaga dalam kapasitas apapun. Alasannya, mereka ingin situasi desa tetap kondusif.
(azr/knv)