"Benar-benar demokrasi dan birokrasi sudah mundur ke zaman tahun 70-an, zaman awal Orde Baru," kata juru debat BPN Prabowo-Sandiaga, Sodik Mudjahid, kepada wartawan, Kamis (21/2/2019).
Sodik pun lantas mengilas balik saat zaman Orba. Dia menuturkan saat itu para pejabat pemerintah wajib memilih Partai Golkar hingga akhirnya Orba tumbang dan digantikan era Reformasi. Hal yang sama, menurutnya, terjadi pada pemerintahan saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rezim Jokowi dengan kabinet dan jajaran gubernur, wali kota, adalah pengkhianat reformasi dan demokrasi. Seperti tindakan beberapa gubernur, wali kota, dan camat di Makassar yang ASN dengan terang-terangan ajak masyarakat berpihak kepada capres, yakni 01," imbuh Sodik.
Sodik pun mengaku kecewa atas sikap Menristekdikti. Menurutnya, meskipun Nasir mengemas kalimatnya dengan bijak, hal itu tetap seolah para mahasiswa tersebut digiring untuk memilih 01.
"Menristekdikti juga, walaupun agak diplomatis, sudah masuk dalam perilaku tersebut. Harusnya dia terdepan dalam memberikan edukasi demokrasi kepada masyarakat Indonesia yang bernama mahasiswa," tutur Sodik.
Sebelumnya, Mohamad Nasir mengajak mahasiswa tidak golput. Nasir mempersilakan mahasiswa dan dosen menggunakan hak pilih dengan mencoblos calon presiden pilihan masing-masing sesuai hati nurani. Dia meminta mereka tidak golput, dengan mencoblos kedua pasangan capres-cawapres yang menyebabkan batalnya penghitungan suara.
"Silakan Anda memilih sesuai dengan hati nurani saudara. Oleh karena itu, jangan sampai di dalam hal ini jangan coblos dua, kalau dicoblos dua, batal itu namanya nanti, ya," kata Nasir.
"Dicoblos satu saja, coblos satu saja supaya benar. Kami mengajak, 17 April 2019, manfaatkan dengan baik, jangan sampai salah, Anda punya hak pilih, silakan pilih dengan baik," sambungnya. (tsa/mae)











































