"Saya dari Ketua LP Ma'arif NU juga mengapresiasi Pak Mendikbud yang begitu sigap dan cepat dalam mengatasi masalah ini dengan segera, mengajak kita bertemu dan membahas itu. Sebab, kalau ini tidak cepat-cepat, kalau istilah Pak Menteri bisa ngembroworo, jadi bisa melebar ke mana-mana, bisa viral. Sekali lagi kami dari NU mengapresiasi Pak Menteri yang sudah sedemikian cepat merespons masalah ini dengan segala jajarannya, dari Pak Sekjen dan Pak Litbang, Pak Ari. Mudah-mudahan harapan kami ke depan tidak akan ada lagi yang seperti ini," kata Ketua LP Ma'arif PBNU Z Arifin Djunaidi di kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (6/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, kita berharap agar buku sejarah mata pelajaran itu bisa lebih inspiring terhadap paham kebangsaan, terhadap cinta Tanah Air. Itu penting sekarang karena saat ini banyak paham yang mengkontradiksikan antara paham keagamaan dan paham kebangsaan. Nah, sejarah, penulisan sejarah dengan demikian memiliki fungsi penting untuk menghubungkan atau memberikan fungsi jembatan bahwa paham keagamaan dan paham kebangsaan itu tidak bertentangan. Tetap saja, buku sejarah, buku pelajaran anak-anak itu, berorientasi pada fakta, tapi kan fakta itu tetap ada saja ujungnya itu interpretasi. Dan sejarah itu di mana-mana adalah menginterpretasikan fakta. Arahnya, bagaimana interpretasi fakta itu mengarah ke titik sambung antara paham kebangsaan dan paham keagamaan," ujar dia.
Masduki mengatakan PBNU siap berkontribusi dalam revisi penulisan buku sejarah untuk sekolah dasar. PBNU ingin berperan dalam menginspirasi setiap anak bangsa Indonesia.
"Kami dari PBNU siap apabila diundang urun rembuk penulisan revisinya. Utamanya tadi itu, kami ingin menyumbangkan peran-peran dalam penulisan sejarah itu yang inspiring untuk nilai-nilai kebangsaan dan cinta Tanah Air," imbuh dia.
PBNU sebelumnya memprotes penggunaan 'organisasi radikal' dalam buku ajar untuk sekolah dasar. PBNU menilai frasa 'radikal' yang ditulis di buku tersebut bisa menyebabkan kesalahpahaman.
"Meskipun frasa 'organisasi radikal' yang dimaksud adalah organisasi radikal yang bersikap keras menentang penjajahan Belanda, dalam konteks ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sangat menyayangkan diksi 'organisasi radikal' yang digunakan oleh Kemendikbud dalam buku tersebut. Istilah tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman oleh peserta didik di sekolah terhadap Nahdlatul Ulama," kata Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini dalam keterangan tertulis.
PBNU kemudian mendatangi Mendikbud Muhadjir Effendy untuk mengklarifikasi hal tersebut. Merespons hal itu, Muhadjir berjanji akan menarik dan merevisi buku ajar tersebut.
"Jadi begini, buku ini ditulis pada tahun 2013. Kemudian, karena ada berbagai masukan, akhirnya pada tahun 2016 ditulis kembali. Dan dalam penulisan itu kemudian kita ada masalah ini. Terkait dengan itu, kita tadi sudah bertemu dengan pimpinan PBNU dan LP Ma'arif. Kami dari Kesekjenan dan Kalibtang, termasuk Humas dan Ristekom, menyimpulkan buku ini akan ditarik, dihentikan, ditarik, kemudian kita revisi. Kemudian dalam proses revisi itu akan dimitigasi, supaya secara sistematika benar. Secara substansi juga benar," kata Muhadjir. (knv/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini