Protes Disebut 'Organisasi Radikal' di Buku Ajar, PBNU Datangi Mendikbud

Protes Disebut 'Organisasi Radikal' di Buku Ajar, PBNU Datangi Mendikbud

Zakia Liland - detikNews
Rabu, 06 Feb 2019 17:00 WIB
PBNU Sambangi Kemendikbud (Foto: Zakia Liland/detikcom)
Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendatangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy untuk memprotes terkait penyebutan NU sebagai 'organisasi radikal' dalam buku ajar untuk sekolah dasar. PBNU meminta buku tersebut ditarik dari peredaran.

Rombongan dari PBNU itu datang ke kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (6/2/2019) siang. Mereka yang hadir di antaranya adalah Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi, Wakil Ketua LP Ma'arif PBNU Saidah Sakwan, Wakil Sekretaris LP Ma'arif PBNU Fatkhu Yasik, Ketua LP Ma'arif PBNU Z. Arifin Djunaidi, dan Sekretaris LP Ma'arif PBNU Harianto Oghie.




SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masduki menjelaskan salah satu poin keberatan pihaknya adalah penulisan tentang fase radikal dan periodesasi sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Dia juga mengatakan PBNU merasa dirugikan dengan penulisan buku tersebut.

"Masa radikal itu yang dimaksud sebenarnya itu masa ketika bangsa Indonesia melawan penjajah. Terutama, kemudian, masa radikal itu, dia menyebutkannya sangat simplifistik. Jika dia sebut masa radikal, harusnya masa radikal itu dari awal-awal ada sejumlah tokoh yang sangat radikal. Bung Karno adalah salah satu tokoh radikal. Kenapa itu kok tidak menyebut tokoh tapi menyebut ormas-ormas. Itu, menjadi pantas untuk dipertanyakanlah apa maksudnya," ujarnya.

"Terus misalnya, sebelum itu, masa radikal itu, di awal-awal itu yang menginspirasi Indonesia merdeka itu, ada tokoh yang sangat radikal yaitu Diponegoro.
Tapi apapun ya penyebutan, metode, atau apa pun. Periodesasi ini membingungkan. Dan kita, PBNU, dari NU, merasa dirugikan. Karena periodesasi seperti itu mengkategorikan, NU disamakan dengan PKI, disetarakan dengan PKI, dengan PSI," sambung dia.

Protes Disebut 'Organisasi Radikal' di Buku Ajar, PBNU Datangi MendikbudFoto: zakia liland


Masduki menerangkan frasa radikal mempunyai makna yang cenderung negatif. Apalagi, menurut dia, NU dalam buku ajar tersebut disandingkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Saat ini seperti yang kita ketahui, kata radikal itu konotasinya negatif. Karena dia sangat negatif, kenapa dia membuat suatu periodesasi yang mendefinisikan NU dalam konteks yang seperti itu dan di situ disebutkan dengan PKI gitu kan. Sehingga saya pertanyakan kepada Pak Menteri, kenapa itu bisa terjadi, mestinya ada pushbook itu, yang berada di bawah Kemendikbud itu semestinya terkait dengan sejarah. Harusnya clean dan clear," ujarnya.

Dia pun meminta Kemendikbud untuk menarik buku tersebut dari peredaran. Bagi Masduki, hal yang paling penting untuk dilakukan oleh Kemendikbud tentang sejarah adalah pendidikan karakter dan dibarengi dengan pemahaman keagamaan.

"Nah, itu yang perlu kita kritisi dan kita pertanyakan bahkan target kami bagaimana buku itu harus segera dicabut dari peredaran. Lalu kemudian, sekali lagi, kalau mau menulis buku ajar tentang sejarah terutama, anak SD kelas 5. Itu kan dipentingkan sekarang Kemendikud kan mementingkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang sangat tepat adalah lewat belajar sejarah disamping agama," tutur dia.

Sementara itu, Harianto Oghie mengatakan ada pengkaburan sejarah dalam buku tersebut. Selain itu, penulis buku juga disebut bukan seorang sejarawan sehingga tidak secara utuh memahami sejarah Indonesia.

"Ada satu yang perlu saya tambahkan. Bahwa periodesasi itu 1920-1927. Nah, NU baru lahir satu tahun. Periodesasinya itu jelas salah," ujar dia.

"Dia mengkategorikan NU sebagai organisasi radikal, padahal NU baru lahir 1926. Padahal ada beberapa organisasi di situ yang ditulis di situ belum lahir, 1927. Kaya PI ini kan setelah kemerdekaan dia baru muncul yang namanya PI. Kalau kita NU, ada, sudah ada," ujar dia.


(knv/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads