"Ketetapan hukum dari hakim ini perlu dipertanyakan. Boleh kita mempertanyakan karena itu ada jalurnya," ujar Fadli di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Rabu (30/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hakim pun kalau misalnya tidak memutuskan secara independen bisa diperiksa. Ada juga hakim yang memutuskan karena suap. Kan ada. Jadi bukan berarti keputusan itu tidak bisa diperlakukan sebagai sesuatu yang final," kata Fadli.
Selain itu, dia menyinggung tentang penerapan pasal yang digunakan majelis hakim dalam menghukum Dhani. Menurut Fadli, penerapan pasal itu tidak tepat.
"Kita juga harus mengawasi. UU ITE itu maksudnya apa, terutama ada transaksi elektronik. Transaksi itu lebih kepada perdagangan. Coba diperiksa. Tidak ada hoaks itu. Kan nggak ada subjeknya," kata Fadli.
"Sama dengan dia mengucapkan kata 'idiot'. Kalau misalnya ada bupati (bilang) 'Prabowo asu' itu jelas subjeknya. Bupati itu yang bilang 'Prabowo asu' itu yang harus ditangkap," imbuh Fadli.
Dhani divonis hukuman 1,5 tahun penjara pada Senin, 28 Januari, lalu karena terbukti bersalah lantaran melakukan ujaran kebencian lewat cuitan di akun Twitter.
Dia terbukti melakukan ujaran kebencian dengan tiga cuitan di akun Twitter Ahmad Dhani, @AHMADDHANIPRAST. Cuitan ini diunggah admin Twitter Dhani bernama Bimo.
Dalam putusan majelis hakim, Dhani terbukti melakukan tindak pidana yang diatur ancaman hukuman pidana pada Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dhani kemudian langsung ditahan di Rutan Cipinang atas perintah majelis hakim saat membacakan putusan. Saat ini Dhani sedang menjalani admisi orientasi yang diperkirakan berlangsung selama sepekan.
Saksikan juga video 'Ahmad Dhani Dibui, Zulkifli: Kenapa Bisa Langsung Dieksekusi?':
(dhn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini