Cium Tangan Kiai Bisa Sebabkan Tindakan Pengkultusan
Selasa, 13 Sep 2005 15:17 WIB
Jakarta - Raja Arab Saudi, Raja Abdullah, melarang warganya untuk melakukan cium tangan terhadap siapa pun, kecuali kepada kedua orang tua. Tradisi cium tangan memang bisa menyerempet tindakan syirik. Di Indonesia, banyak orang mencium tangan kiai, karena mengharap berkah."Cium tangan untuk sebagai penghormatan boleh saja. Tapi, cium tangan ini seringkali menjurus pada kultus terhadap orang yang dihormati. Ini yang bahaya, karena sudah berbuat syirik," kata pemimpin Pondok Pesantren Asy-Syafiiyah, KH Kholil Ridwan, kepada detikcom, Selasa (13/9/2005). Kholil menyambut baik larangan Raja Abdullah kepada warganya untuk melakukan cium tangan. "Ini contoh yang sangat bagus, untuk meningkatkan tauhid kita," kata salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini. Menurut dia, pelarangan Raja Abdullah tersebut mungkin didasarkan pada pendapat ulama Arab Saudi. "Pandangan ulama Saudi, gerakan dalam menghormat orang lain tidak boleh mirip menghormat Allah, yaitu ruku' dan sujud. Kalau kita cium tangan kan badan kita membungkuk, seperti ruku'. Akar masalahnya di situ," ungkap dia. Bila tidak diwaspadai, kata Kholil, maka cium tangan terhadap seseorang bisa menjurus pada tindakan pengkultusan yang berarti menjurus syirik. Yang terjadi di Indonesia, kata Kholil, tindakan cium tangan kiai lebih sering dilakukan karena seseorang ingin mencari berkah terhadap kiai tersebut. "Kan bisa dilihat itu, banyak orang tua yang berebut mencium tangan kiai yang lebih muda. Mereka yakin bahwa dengan cium tangan itu, mereka akan mendapat berkah dari kiai. Padahal, berkah itu datangnya dari Allah," ujar dia. Yang juga dikritisi oleh Kholil, cium tangan santri perempuan terhadap kiai. "Kalau yang ini jelas-jelas tidak boleh, karena bukan muhrimnya. Tapi, ini sering terjadi di pesantren-pesantren," kata pimpinan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) ini. Tentang cium tangan ini, Kholil sebenarnya juga sering mengalaminya. Saat itu, dia usai memberikan ceramah di Cirebon. Seusai acara itu, banyak orang yang berebut mencium tangannya. "Saya sudah menghindar. Tapi, mereka bekerja sama. Ada yang memegangi badan saya, dan ada yang mencium tangan saya," kata Kholil yang setuju cium tangan tidak perlu dilakukan. Sebenarnya, kata dia, di Indonesia tidak hanya cium tangan kepada kiai yang menjadi tradisi. Cium tangan kepada pejabat, termasuk kepada Presiden juga sering terjadi. "Kalau terus dilakukan, akhirnya ya bisa jadi kultus," ujar dia. Meski begitu, kata dia, MUI hingga saat ini belum pernah membahas 'pasal' cium tangan ini.
(asy/)