Informasi itu disampaikan Jaksa I Nyoman Triarta di Pengadilan Negeri Denpasar, Jl PB Soedirman, Denpasar, Bali, Senin (28/1/2019). Triarta menyampaikan terdakwa sakit sehingga berhalangan hadir.
"Mohon izin Yang Mulia, terdakwa tidak bisa hadir kembali masih dengan alasan sakit," ujar Triarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa Merlyn Pardede menambahkan pihaknya juga sudah menginformasikan soal sidang vonis tiga hari lalu. Namun, baru mendapat respons siang ini sekitar pukul 14.00 Wita.
"Izin saya sudah follow up sejak tiga hari lalu baru direspons sekitar pukul 14.00 Wita. Terdakwa mengeluh sakit dan sakitnya karena finansial problem, dokumen disita jadi nggak punya uang," kata Merlyn.
Ketua Majelis Hakim Esthar Oktavi lalu menanyakan keberadaan paspor terdakwa. Esthar juga mengingatkan menjadi tanggung jawab jaksa penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa.
"Paspornya di mana?" tanya Esthar.
"Di kita yang mulia," jawab Triartha.
"Kasihkan, jangan lama-lama sakit bener nanti. Imigrasi sudah dihubungi untuk dicekal kan," tanya Esthar yang disanggupi oleh jaksa.
Hakim lalu memutuskan sidang vonis ditunda Rabu (30/1) lusa dengan agenda pembacaan vonis. Jaksa sempat melakukan negosiasi berdasarkan jawaban dari Taqaddas.
"Izin terdakwa minta ditunda seminggu atau dua minggu sampai nanti dia mengabarkan yang mulia. Kita usahakan (Rabu), kita masih berusaha untuk menghubungi yang mulia, karena kita terkendala komunikasi dia hanya bisa dihubungi via WhatsApp," ujar Triarta.
"Yang pasti ini tanggung jawab penuntut umum untuk menghadirkan," kata Esthar.
"Iya yang mulia, nanti kita jemput paksa," jawab Triarta.
Setelah mendengarkan jaksa penuntut umum, hakim tetap memutuskan sidang vonis Taqaddas ditunda Rabu lusa.
"Sidang ditunda Rabu (30/1) ya. Sidang ditutup," ujar Ketua Majelis Hakim Esthar Oktavi sambil mengetuk palunya.
Senin (21/1) lalu, Taqaddas mengeluh sakit flu hingga sembelit. Dia pun berhalangan hadir pada sidang pembacaan vonis pekan lalu. Sebelumnya, Taqaddas juga menyatakan dirinya tak bersalah meski telah melakukan penamparan staf Imigrasi Bali. Taqaddas berpendapat hal itu dilakukannya sebagai akibat kinerja petugas yang tidak becus.
"Saya menyatakan diri saya tidak bersalah karena petugas Imigrasi tersebut tidak profesional dan tidak pantas dan dilakukan oleh hampir seluruh petugas lainnya. Jadi mereka ini sudah bertindak dengan tidak pantas dan mereka berlaku tidak seperti petugas imigrasi mereka mempermalukan saya, mengolok-olok saya, mengambil foto, video saya tanpa izin, mengetawai saya, dan mereka bertindak sangat buruk," kata Taqaddas, yang diterjemahkan Sandra, Rabu (16/1) lalu.
Jaksa pun menuntut WN Inggris itu selama satu tahun bui. Jaksa meyakini Taqaddas telah bersalah melakukan penamparan dan melanggar pasal 212 KUHP.
Dalam uraiannya, jaksa menyebut Taqaddas emosional dan melawan petugas yang sedang bertugas. Kemudian saat diperiksa di ruangan terkait kasus overstay-nya, Taqaddas malah berusaha merampas paspor miliknya dari tangan petugas.
"Meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Auj-e Taqaddas bersalah melakukan tindak pidana pengancaman sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 212 KUHP dalam surat dakwaan dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa penjara selama 1 tahun penjara," kata JPU I Nyoman Triarta Kurniawan saat membacakan surat tuntutan di PN Denpasar, Jl PB Sudirman, Denpasar, Bali, Senin (7/1). (ams/aan)








































.webp)













 
             
  
  
  
  
  
  
 