"Saya kira (remisi untuk Susrama) ironis, tidak konsisten," kata Azyumardi di Gedung Bhayangkari, Jalan Senjaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (27/1/2019).
Azyumardi lalu membandingkan remisi untuk Susrama dengan hukuman berat yang diberikan kepada narapidana terorisme. "Kalau terorisme kan kejahatan kemanusiaan, harus dihukum seberat-beratnya. Malah kemudian akan dibebaskan atas dasar kemanusiaan. Lalu ada pembunuhan wartawan, tapi pembunuhnya malah dapat remisi, jadi jadi ini suatu hal yang ironis," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan protes dari insan pers terkait pemberian remisi untuk Susrama sudah didengarkan pihak pemerintah. Keluhan insan pers sudah didengarkan, namun penjelasan akan diberikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Berbagai apa itu pertanyaan, berbagai apa itu keluhan dari teman-teman wartawan sudah didengarkan oleh Menkumham. Nanti beliau akan menjelaskan," kata Moeldoko usai memberikan pembekalan di acara relawan Jokowi Sebelas Maret (JoSmart) di Solo, Sabtu (26/1).
Sebelumnya, Menkum Yasonna Laoly pun menjelaskan, remisi dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara atas dasar pertimbangan usia.
"Pertimbangannya, dia hampir sepuluh tahun, sekarang sudah sepuluh tahun di penjara. Jadi prosesnya begini ya, itu remisi perubahan, dari seumur hidup menjadi 20 tahun. Berarti kalau dia sudah 10 tahun tambah 20 tahun, 30 tahun. Umurnya sekarang sudah hampir 60 tahun," kata Laoly, Rabu (23/1).
Remisi khusus untuk napi seumur hidup ini menurut Laoly sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 174 tahun 1999 tentang Remisi. Pada Pasal 9 ayat (2) disebutkan perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (nvl/gbr)











































