Prabowo Sindir Intelijen, Politikus PDIP Ungkit Penculikan Aktivis

Prabowo Sindir Intelijen, Politikus PDIP Ungkit Penculikan Aktivis

Elza Astari Retaduari - detikNews
Selasa, 15 Jan 2019 13:05 WIB
Charles Honoris (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Dalam pidatonya, Prabowo Subianto meminta intelijen tidak melakukan pengintaian kepada mantan presiden hingga ulama. Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menyindir Prabowo terkait kasus penculikan aktivis pada 1998.

"Sejarah mencatat, di era mertuanya, Prabowo bukan hanya telah menginteli, tetapi juga terbukti bertanggung jawab terhadap penculikan para aktivis yang sebagian masih hilang hingga sekarang," ujar Charles kepada wartawan, Selasa (15/1/2019).

Politikus PDIP itu menyebut intelijen saat ini tidak sama seperti era Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Charles juga mengingatkan, saat era Soeharto, Prabowo turut serta berada di dalamnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Prabowo seharusnya paham bahwa intelijen negara saat ini tidak seperti era Soeharto, di mana dia sebagai salah satu petinggi ABRI sekaligus menantu presiden, menjadi bagian di dalamnya," tuturnya.


Menurut Charles, pidato 'Indonesia Menang' Prabowo mengandung banyak ilusi, termasuk soal permintaannya agar mantan presiden, mantan Panglima TNI, mantan Ketua MPR, dan ulama tidak diinteli.

"Prabowo harus ingat sekarang sudah era reformasi dan keterbukaan. Setiap orang yang merasa diinteli bisa menempuh jalur hukum jika mendapat perlakuan sewenang-wenang/tidak sesuai prosedur oleh aparat negara," sebut Charles.

Tak hanya itu, Prabowo disebutnya tak perlu khawatir mengingat Gerindra juga merupakan salah satu fraksi yang ada di DPR RI. Gerindra lewat Komisi I, yang membidangi urusan intelijen, kata Charles, bisa melakukan pengawasan.

"Lagian Prabowo kan juga punya fraksi di DPR, yang bisa melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja aparat negara. Jadi jangan dibayangkan sekarang seperti era Orba dulu, di mana presiden dan menantu kompak membungkam suara-suara kritis," tegasnya.

Charles kemudian berbicara soal sang ketum, Megawati Soekarnoputri, yang kerap menjadi korban pengintaian intelijen karena menjadi oposan di era Soeharto. Megawati, menurutnya, tak banyak memprotes hal tersebut.


"Ibu Megawati Soekarnoputri, seorang perempuan yang sudah 'kenyang' diinteli dan dibatasi ruang geraknya karena menjadi oposan Soeharto, saja tidak pernah teriak-teriak tentang apa yang beliau derita saat itu," kata Charles.

"Lah ini ada seorang jenderal yang justru pernah menjadi pelaku pada rezim otoriter dulu, sekarang malah berteriak-teriak 'jangan intelin' rekan-rekannya, yang sebagiannya juga adalah jenderal," sambungnya.

Pidato Prabowo pun dinilai menjadi ironi bila dihubungkan dengan budaya yang terjadi saat era Soeharto. Eks Danjen Kopassus itu pun disebut tak memiliki bukti soal orang-orangnya yang diinteli itu.

"Ini kan lucu. Terlebih Prabowo tidak menunjukkan bukti apa-apa bahwa rekan-rekannya itu telah diinteli," sebut Charles.

Seperti diketahui, Prabowo berbicara tentang fungsi intelijen di tengah-tengah pidato kebangsaannya sebagai bentuk pemaparan visi-misi. Dia mengingatkan bahwa tugas intelijen adalah memata-matai musuh negara, bukan warga sendiri.

"Intelijen itu intelin musuh negara, jangan intelin mantan Presiden Republik Indonesia. Jangan intelin mantan Ketua MPR RI, jangan intelin anak proklamator kita, jangan intelin mantan Panglima TNI, jangan intelin ulama-ulama besar kita," ungkap Prabowo dalam pidatonya.



Saksikan juga video 'Prabowo: Intelijen Itu Intelin Musuh Negara, Jangan Ulama':

[Gambas:Video 20detik]

(elz/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads