Berdasarkan surat yang dikirim salah satu mahasiswa kepada detikcom, Jumat (4/1/2019), para mahasiswa yang diketahui jumlahnya dari jumlah tanda tangan yang ada dalam surat menyampaikan bahwa tidak benar adanya kerja paksa. Mereka juga menegaskan tidak ada sajian mengandung babi kepada mereka.
"Tidak ada kerja paksa yang dilakukan sekolah terhadap kami, tidak ada makanan yang mengandung babi di sajikan untuk kami," tulis para mahasiswa dalam surat tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika dihubungi pada Jumat, para mahasiswa itu juga masih menjalani aktivitas normal di kampus. Niessy, salah seorang mahasiswi jurusan marketing menyatakan kampus telah mengatur agar tidak ada pelanggaran jam kerja atau magang bagi para mahasiswa.
"Per angkatan punya jam yg berbeda. Karena ketentuannya adalah 1 tahun pertama kita hanya magang sebanyak 20jam/minggu. Nah disini tidak ada kelebihan jam kerja, karna kami tidak diperbolehkan kerja melewati ketentuan yg telah dibuat yaitu 20 jam," ujar Niessy.
"Nah kalau di perusahaan saya kerja kami tidak diizinkan lembur saat waktu sekolah, tetapi nanti saat libur musim dingin kami mendapat tambahan waktu kerja menjadi 40 jam/minggu dan kalau dihitung dari jadwal kami kerja bulan ini jam kerja kami selama sebulan hanya bertambah 20 jam saja, dan itu akan masuk ke SKS kami, karna magang juga termasuk ke dalam SKS kami, apabila kami tidak memenuhi jam kerja yang ditentukan maka kami tidak lulus dalam SKS itu," kata
"Dan juga kalau lembur di perusahaan saya ada ketentuan bahwa karyawan tidak boleh lebih dari sekian jam per minggu (karna jadwal kami belum keluar untuk lembur maka saya tidak bisa menyebutkan berapa jam ketentuannya). Di setiap perusahaan punya ketentuan sendiri untuk melemburkan karyawannya, untuk kami sendiri mau lembur ataupun tidak sama sekali tidak ada paksaan, maka bagi kami tidak ada kelebihan jam dalam magang, adanya kelebihan jam pun kami akan dibayar sesuai ketentuan hitungan lembur dan itu sama sekali bukan masalah bagi kami," sambungnya.
Pemerintah Taiwan dalam hal ini Ketua Perwakilan Kantor Ekonomi dan Dagang Taipei (TETO) Indonesia John C Cen sebelumnya juga telah menjelaskan program kuliah magang yang diikuti para mahasiswa ini.
Pernyataan disampaikan dalam Bahasa Inggris yang kemudian diterjemahkan dalam keterangan tertulis.
"Pemerintah Taiwan selalu mementingkan kesejahteraan mahasiswa dan pekerja asing dan sangat mewajibkan semua universitas dan perguruan tinggi yang berpartisipasi dalam 'Program Magang Industri-Universitas' untuk mengikuti aturan dan peraturan yang relevan," ujar John dalam jumpa pers di kantornya, Gedung Artha Graha, Jakarta Selatan, Jumat (4/1).
John menegaskan para mahasiswa yang magang mendapatkan hak sesuai ketentuan. Dia juga membantah para mahasiswa bekerja lebih dari durasi yang ditentukan yaitu 20 jam.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan mengklarifikasi dugaan mahasiswa Indonesia menjadi korban kerja paksa seperti kabar yang ramai beredar. Dari hasil penelusuran, PPI Taiwan menilai istilah 'kerja paksa' tidak tepat.
PPI Taiwan juga mengonfirmasi langsung ke mahasiswa di beberapa universitas yang disebut dalam pemberitaan di Taiwan dan internasional. Ternyata, memang ada kelebihan jam kerja mahasiswa.
"Seluruh jam kerja yang dilakukan tetap diberikan gaji dan kata 'kerja paksa' sebenarnya kurang tepat untuk hal ini. Sejauh ini ada beberapa mahasiswa yang mengeluh capek dan ada juga beberapa mahasiswa yang menikmati hal ini," ungkap mereka. (rna/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini